Sabtu, Mei 24, 2025
No menu items!
spot_img

Adab Haji Agar Memperoleh Haji yang Mabrur Menurut Al-Qathani

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Syaikh Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani, dalam bukunya yang berjudul “Min Adab Al-Haju”, menyebutkan berbagai adab yang seharusnya diketahui dan diamalkan oleh orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Adab-adab ini bertujuan agar seseorang dapat memperoleh umrah yang diterima dan haji yang mabrur serta penuh berkah. Jumlahnya sangat banyak, mencakup adab yang bersifat wajib maupun sunnah.

Adapun contoh-contoh adab tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Istikharah Sebelum Perjalanan Haji

Sebelum menentukan waktu, kendaraan, teman perjalanan, dan arah jalan (jika terdapat beberapa pilihan), hendaknya seseorang melakukan salat istikharah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selain itu, disarankan juga untuk meminta nasihat dari orang-orang shalih.

Ibadah haji sendiri merupakan amal yang sangat baik dan tidak diragukan lagi keutamaannya. Cara melaksanakan salat istikharah adalah dengan shalat dua rakaat, kemudian membaca doa yang diajarkan dalam sunnah.

  1. Niat yang Ikhlas dalam Ibadah Haji dan Umrah

Seseorang yang menunaikan haji atau umrah harus meluruskan niat semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah ini tidak boleh dilakukan dengan tujuan duniawi, seperti ingin dipuji, mengejar gelar, atau pamer kepada orang lain. Niat yang tidak ikhlas dapat menyebabkan pahala ibadah hilang dan amal tidak diterima. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لله رَبِّ الْعَالَمِينَ * لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْـمُسْلِمِينَ 

Katakanlah: ”Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An’aam/6:162-163]

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:”Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya”.[al-Kahf/18:110]

Seharusnya seperti inilah seorang, ia tidak bertujuan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan negeri akhirat, dan karena inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَّن كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَّدْحُورًا

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. [al-Isra/17:18]

Dan di dalam hadits qudsi:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

‘Aku paling kaya dari sekutu (tidak membutuhkan sekutu), barangsiapa yang melakukan amal perbuatan yang ia menyekutukan Aku dengan yang lain, niscaya Aku meninggalkannya dan sekutunya.” (HR Muslim)

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa khawatir terjadinya syirik kecil terhadap umatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ- فسُئل عنه فقال: ((اَلرِّيَاءُ))

“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap umatku adalah syirik kecil.’ Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang hal itu, beliau menjawab: Riya’.’ (HR Ahmad)

Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَمَّعَ، سَمَّعَ اللّٰهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَاءِ، يُرَاءِ اللّٰهُ بِهِ

‘Barangsiapa yang ingin didengar (suka didengar orang lain) niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memperdengarkan dengannya, dan barangsiapa yang ingin dilihat (riya) niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan dengannya.” (Muttafaqun ‘alaih dari hadits Jundub Radhiyallahu anhu).

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا الله مُخْلِصِـينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَة

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [al-Bayyinah/98:5]

  1. Seseorang yang ingin melaksanakan ibadah haji dan umrah harus memahami hukum-hukum haji dan umrah. Juga hukum-hukum safar sebelum melaksanakan perjalanan, seperti qashar, jama’, hukum-hukum tayammum, mengusap dua khuf, dan hal-hal lain yang dibutuhkannya dalam perjalanan menunaikan manasik haji. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“Barangsiapa yang Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā menghendaki kebaikan baginya, niscaya Dia Subḥānahu wa Ta‘ālā memberinya pemahaman dalam masalah agama.” (HR Bukhari dari hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu)

  1. Bertaubat dari segala perbuatan dosa dan maksiat, baik ia akan berhaji, berumrah, atau melakukan ibadah lainnya. Maka ia harus bertaubat dari semua dosa. Hakikat taubat adalah: berhenti dari semua dosa dan meninggalkannya, menyesali perbuatannya, dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya. Jika ia telah berbuat zalim kepada orang lain, maka ia harus mengembalikan hak tersebut atau meminta kehalalan darinya, baik itu berupa kehormatan, harta, atau lainnya, yang diambil darinya. Jika ia tidak memiliki kebaikan (untuk membayar), niscaya diambil dari keburukan saudaranya, lalu dilemparkan kepadanya.
  2. Orang yang melaksanakan haji dan umrah harus memilih harta yang halal untuk biaya haji dan umrahnya, karena Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Harta yang haram menyebabkan doa tidak diterima.[^8] Dan darah yang berasal dari harta yang haram, maka api neraka lebih utama baginya.

Kisah Rasulullah SAW Mengabarkan Takdir Utsman bin Affan

JAKARTAMU.COM | Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan kepada Utsman bin Affan dan para sahabat secara berulang-ulang bahwa...
spot_img
spot_img
spot_img

More Articles Like This