MIE ayam adalah salah satu makanan paling merakyat. Dari pusat kota yang ramai hingga pelosok desa, Anda akan mudah menemukannya. Di Jakarta misalnya, tak terhitung berapa banyak penjual mie ayam bertebaran. Harga seporsinya pun terjangkau, berkisar Rp11.000 hingga Rp15.000. Hidangan ini hampir selalu disajikan bersama saus sambal tomat berwarna oranye cerah yang telah menjadi pelengkap wajib.
Saus sambal memang rupanya punya daya tarik tersendiri bagi masyarakat Jakarta. Rasa gurih dan manisnya membuat banyak orang menganggapnya sebagai “teman terbaik” di meja makan. Secara etimologis, kata “saus” berasal dari bahasa Prancis sauce, yang diambil dari bahasa Latin salsus, artinya “digarami”. Fungsinya adalah menambah cita rasa sekaligus mempercantik tampilan hidangan, baik saat dimasak maupun saat disajikan.
Sejarah saus sendiri cukup panjang dan menarik. Menurut legenda rakyat Tiongkok, bentuk awal saus berasal dari fermentasi organ dalam ikan, yang sudah dikenal sejak tahun 544 Sebelum Masehi, pada masa Kaisar Wu Ti. Fermentasi itu kemudian diberikan kepada musuh dan dinamai “Chu I”. Ketika para pelaut Inggris datang ke Indonesia sekitar tahun 1690-an, mereka mengembangkan resep saus ini dan mulai mengekspornya.
Inovasi terus berkembang. Pada 1742, Inggris menambahkan bahan-bahan seperti jahe dan lada. Di negara lain, variasi saus dibuat dari walnut dan jamur, seperti yang dipelopori Hannah Glasse pada 1747. Hingga akhirnya, pada 1810, Alexander Hunter memperkenalkan tomat sebagai bahan utama, dan lahirlah saus tomat seperti yang kita kenal sekarang.
Namun, tak semua saus sambal tomat yang beredar saat ini benar-benar mengandung tomat. Di pasar Jakarta, banyak dijumpai saus isi ulang bergambar tomat dan cabai, yang dijual murah sekitar Rp7.000 per kantong plastik isi 630 gram, bahkan lebih murah dari semangkuk mie ayam. Sayangnya, saus ini sama sekali tidak mengandung tomat.
Komposisinya justru terdiri dari ubi, cabai, air, minyak cabai, dan berbagai bahan kimia seperti pengatur keasaman, pengawet natrium benzoat, pemanis buatan sakarin, serta pewarna sintetis. Pada kemasan tertera peringatan, “Mengandung Pemanis Buatan. Disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah 5 tahun, ibu hamil, dan menyusui.”
Meski demikian, saus sambal tomat palsu ini tetap banyak digunakan sebagai pelengkap makanan lain seperti siomay, bakso, dan soto mie. Ketersediaannya yang melimpah dan harganya yang murah membuat masyarakat tetap mengonsumsinya, meskipun kandungan kimianya cukup mengkhawatirkan.
dr. Patricia Lukas Goentoro, dalam artikelnya di hellosehat.com berjudul Serba-serbi Bahan Pengawet Makanan dan Efek Sampingnya, menjelaskan bahwa natrium benzoat dapat meningkatkan risiko hiperaktivitas pada anak-anak, terutama yang memiliki Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Sebuah studi dalam Journal of Attention Disorders bahkan menunjukkan bahwa konsumsi natrium benzoat dalam jumlah tinggi juga berpotensi memperburuk gejala ADHD pada orang dewasa.
ADHD sendiri adalah gangguan mental yang ditandai dengan perilaku impulsif dan kesulitan memusatkan perhatian. Gejalanya paling sering muncul pada anak-anak, namun bisa berlanjut hingga remaja dan dewasa.
Tak hanya itu, kombinasi antara natrium benzoat dan vitamin C diketahui bisa membentuk benzene, senyawa yang menurut beberapa penelitian berpotensi menjadi karsinogen (pemicu kanker) bagi manusia.
Memang benar saus sambal tomat yang banyak beredar praktis dan murah. Namun tetap perlu ada edukasi dan pengawasan lebih ketat terkait kandungan bahan pangan olahan agar masyarakat tetap aman saat menikmati makanan favorit. (*)