LUDWIG van Beethoven kemungkinan besar mengalami keracunan timbal selama hidupnya. Dugaan ini disimpulkan dari hasil analisis pada rambut asli sang komposer. Para peneliti menemukan adanya kadar timbal yang sangat tinggi. Para peneliti menduga, keracunan ini bisa jadi turut berkontribusi terhadap sejumlah penyakit yang diderita Beethoven, termasuk ketuliannya yang terkenal.
Dikutip dari artikel CNN pada 2024, selain gangguan pendengaran, Beethoven diketahui mengalami berbagai masalah kesehatan. Dia merasakan keluhan lambung yang berkepanjangan, dua kali serangan penyakit kuning, hingga gangguan hati yang serius.
Ia meninggal pada usia 56 tahun dan diyakini meninggal akibat komplikasi penyakit hati dan ginjal. Namun, penyebab pasti berbagai gangguan kesehatannya selama hidup masih menjadi teka-teki, bahkan bagi Beethoven sendiri, yang sempat menyatakan harapannya agar dokter suatu hari bisa memecahkan misteri penyakitnya.
Hampir satu dekade lalu, sekelompok peneliti internasional memulai upaya untuk menjawab keinginan Beethoven tersebut dengan meneliti helai rambut yang diyakini miliknya. Setelah memastikan keaslian sampel dan menyusun genom Beethoven dari rambut tersebut, mereka menemukan bahwa sang komposer memiliki risiko genetik tinggi terhadap penyakit hati serta terinfeksi hepatitis B sebelum meninggal. Meski demikian, penyebab gangguan pendengarannya tetap belum terpecahkan.
Dalam temuan yang dipublikasikan pada Maret 2023, hasil analisis menunjukkan bahwa selain timbal, jejak arsenik dan merkuri juga ditemukan dalam rambut Beethoven. Unsur-unsur berbahaya itu masih tersisa di serat rambut hampir dua abad setelah kematiannya. Riset lanjutan yang dipublikasikan di jurnal Clinical Chemistry baru-baru ini memperkuat dugaan bahwa racun-racun tersebut menjadi bagian dari kisah panjang penderitaan Beethoven.
Christian Reiter, mantan wakil direktur Pusat Kedokteran Forensik Universitas Kedokteran Wina, sempat meneliti sehelai rambut yang dulu dikira milik Beethoven, dikenal sebagai Hiller Lock. Ia bahkan menulis studi pada 2007 yang menyimpulkan bahwa kadar timbal tinggi pada rambut tersebut bisa menjadi penyebab ketulian dan mungkin kematian Beethoven. Namun belakangan, melalui analisis genom 2023, terungkap bahwa rambut itu milik seorang perempuan, bukan Beethoven.
Untuk menjawab pertanyaan apakah Beethoven benar-benar keracunan timbal, para peneliti lalu menganalisis dua sampel rambut asli yang telah diautentikasi: Bermann Lock dan Halm-Thayer Lock. Keduanya memperlihatkan kadar timbal yang sangat tinggi, masing-masing 64 dan 95 kali lipat dari ambang normal. Menurut Nader Rifai, penulis utama studi sekaligus profesor di Harvard Medical School, kadar tersebut sudah cukup untuk dikategorikan sebagai keracunan berat.
“Kadar seperti itu jika ditemukan di ruang gawat darurat mana pun di Amerika, pasien akan langsung dirawat intensif,” ujar Rifai.
Meski kadar timbal yang ditemukan tergolong tinggi, para peneliti belum bisa menyimpulkan bahwa racun inilah penyebab utama kematian atau ketulian Beethoven. Namun, sejumlah gejala yang dialaminya, misalnya kram otot, gangguan ginjal, dan tentu saja gangguan pendengaran, selaras dengan gejala keracunan timbal.
Selain itu, kandungan arsenik dan merkuri pada kedua helai rambut juga jauh melebihi batas wajar, yakni sekitar 13 hingga 14 kali lipat. Paul Jannetto, rekan penulis studi dari Mayo Clinic yang menganalisis sampel tersebut, mengaku belum pernah melihat kadar timbal setinggi itu dalam kasus lain.
Namun Rifai pernah menjumpai kasus serupa saat meneliti dua desa di Ekuador, tempat penduduknya menggunakan timbal dari baterai untuk melapisi ubin. Penduduk desa tersebut mengalami gangguan pendengaran, keterlambatan perkembangan mental, dan kelainan darah—gejala khas keracunan timbal.
Hingga kini, belum ada data mengenai kadar timbal rata-rata dalam tubuh warga Wina pada abad ke-19, sehingga sulit menilai apakah paparan yang dialami Beethoven lebih tinggi dibanding masyarakat umumnya. Rifai berharap bisa memperoleh lebih banyak sampel rambut lama dari era tersebut untuk mengetahui kondisi populasi secara umum.
Lalu dari mana sumber racun tersebut? Menurut Rifai, zat-zat beracun itu kemungkinan terakumulasi sepanjang hidup Beethoven dari makanan dan minuman. Beethoven dikenal gemar minum anggur, bahkan bisa menghabiskan satu botol per hari. Pada masa itu, anggur sering kali dicampur timbal asetat untuk mempermanis dan mengawetkan. Gelas yang digunakan pun biasanya terbuat dari kaca bertimbal.
Beethoven juga menyukai ikan. Namun, Sungai Danube, tempat ikan-ikan tersebut berasal, merupakan jalur industri yang kerap tercemar limbah beracun seperti arsenik dan merkuri.
Laporan terbaru ini menjadi yang pertama kali berhasil mengukur kadar timbal secara pasti dalam tubuh Beethoven. Selain faktor genetik, infeksi hepatitis B, dan kebiasaannya minum alkohol, paparan timbal kini diduga turut memperparah gagal hati yang dialaminya sebelum wafat.
Beethoven sendiri pernah menulis Heiligenstadt Testament, surat kepada saudara-saudaranya pada tahun 1802, yang isinya meminta agar penyakitnya dipelajari dan diceritakan kepada dunia setelah ia meninggal. Dalam surat itu, ia mengungkap keputusasaan sebagai komposer yang kehilangan pendengarannya, namun tetap ingin menyelesaikan semua karya besarnya.
Tanggal 7 Mei 2024 lalu menandai 200 tahun sejak pertunjukan perdana Simfoni Kesembilan Beethoven, karyanya yang paling monumental. Saat itu, Beethoven yang sudah sepenuhnya tuli berdiri di panggung bersama konduktor lain. Penonton yang tak menyadari kondisinya baru memberi tepuk tangan setelah seorang penyanyi wanita membalikkan tubuhnya agar ia melihat sambutan hangat itu.
Namun, hanya tiga hari setelah momen bersejarah itu, Beethoven berselisih dengan teman-temannya sendiri, mencurigai mereka menipunya. Sebuah ironi, mengingat Simfoni Kesembilan terinspirasi dari puisi Ode to Joy karya Friedrich Schiller yang menyerukan perdamaian dan kebersamaan.
“Kalau kita lihat kembali hidupnya, itu hidup yang penuh keputusasaan,” kata William Meredith, salah satu penulis studi. “Dia menjadi tuli, tak pernah menemukan cinta sejati, sakit perut sejak kecil, dan sulit menjalin hubungan dengan siapa pun. Menyadari semua penderitaannya, kisah di balik Simfoni Kesembilan jadi jauh lebih kompleks.”
Sumber: CNN (https://edition.cnn.com/2024/05/09/world/beethoven-lead-poisoning-scn)