Selasa, Juli 1, 2025
No menu items!

Berziarah ala Muhammadiyah: Menyusuri Sejarah, Menyulam Hikmah

Must Read

MASYARAKAT Indonesia secara umum menyebut makam dan kuburan sebagai objek yang sama, kendati sesungguhnya berbeda dari makna atau arti asalnya. Makam merupakan istilah bahasa Arab, yaitu maqom, yang berarti tempat, status, atau hirarki. Kuburan dalam bahasa Arab adalah qobr, maqbarah, yang berarti tempat pemakaman.

Kedua istilah ini tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaanya Indonesia. Orang sering mengatakan akan berziarah ke makam atau kuburan. Menurut terminologi syar’iyah, ziarah kubur adalah mengunjungi pemakaman dengan niat mendoakan para penghuni kubur serta mengambil pelajaran dari keadaan mereka

Ziarah kubur bukan hanya mendoakan orang orang tua yang telah mendahului  kita. Lebih dari itu, ziarah juga menjadi media langsung untuk belajar sejarah, menjadikan seorang tokoh di masa lalu. Walau penuh keterbatasan pada zamannya, ia mewariskan sebuah adikarya luar biasa, yang mungkin tak pernah dibayangkan sang tokoh di masa hidupnya.

Tepat pada hari Jumat, 1 Muharram 1447 H, juga dikenal sebagai 1 Suro dalam kalender Jawa, yang bertepatan dengan tanggal 27 Juni 2025, rombongan guru SD Muhammadiyah 11 Tanjung Lengkong, Jatinegara, Jakarta Timur, melakukan ziarah ke makam Kiai Haji Ahmad Dahlan di pemakaman Karangkajen, Yogyakarta.

Rombongan tiba sekitar pukul 09.30 pagi. Suasana kompleks pemakaman umum di Kampung Karangkajen, RT 41 RW 11, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta, tampak tenang meski hari sudah cukup siang. Makam KH. Ahmad Dahlan terlihat sederhana namun bersahaja, terletak persis di belakang Masjid Jami’ Karangkajen.

Ziarah bukan hanya bentuk penghormatan terhadap tokoh pendahulu, tetapi juga menjadi ruang refleksi dan pembelajaran sejarah yang sangat bermakna. Foto: jakartamu.com/noor fajar asa

Yang menarik, pemakaman Karangkajen ini bukanlah milik Muhammadiyah, melainkan pemakaman umum. Namun, banyak tokoh Muhammadiyah dimakamkan di tempat ini, mulai dari generasi awal hingga era kontemporer. Di samping makam KH. Ahmad Dahlan, terdapat makam tokoh-tokoh penting seperti KH. Ibrahim, KH. Hisyam, KH. AR Fachrudin, dan KH. Azhar Basyir. Tak jauh dari sana juga terdapat makam Prof. Dr. Yunahar Ilyas.

Tak jauh dari area makam, berdiri sebuah musala milik Aisyiyah yang letaknya persis di pinggir jalan. Musala ini telah berdiri sejak tahun 1937. Papan nama besar bertuliskan “Musholla ‘Aisyiyah Ranting Karangkajen” mencerminkan identitas yang kokoh dan tak lekang oleh waktu. Musala ini juga menjadi saksi bisu atas perjalanan dan perjuangan kaum perempuan Aisyiyah yang terus bergerak maju melintasi zaman.

Bagi para guru SD Muhammadiyah 11 Tanjung Lengkong, dua tempat bersejarah ini membangkitkan kesadaran akan pentingnya dimensi ruang dan waktu dalam kehidupan manusia. Ziarah bukan hanya bentuk penghormatan terhadap tokoh pendahulu, tetapi juga menjadi ruang refleksi dan pembelajaran sejarah yang sangat bermakna.

Berangkat dari cara berpikir seperti ini, mengunjungi tempat-tempat bersejarah tidak cukup hanya untuk dikagumi, dilihat, atau dinikmati. Tempat-tempat tersebut harus digali, dikaji, dan direkonstruksi agar dapat memberikan gambaran tentang masa lalu. Gambaran itu sangat penting untuk menjadi pegangan di masa kini dan sebagai pembanding dalam menapaki masa depan.

Apakah tempat-tempat tersebut bisa dijadikan rujukan untuk memperkuat semangat perjuangan dan dakwah hari ini? Apakah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya masih memiliki relevansi dan makna bagi bangsa ini? Jika ya, maka warisan sejarah seperti itu patut untuk digali, dipelihara, dan diinformasikan. Ini penting untuk membangun peradaban dan kesejahteraan umat—khususnya bagi generasi penerus bangsa di masa yang akan datang.

Bank Syariah Muhammadiyah adalah Kekuatan Ekonomi Umat

Oleh Lambang Saribuana | Ketua Lazismu DKI Jakarta ALHAMDULILLAH, kabar baik itu akhirnya datang. Sebagai ketua Lazismu DKI Jakarta, saya...

More Articles Like This