Kamis, Juni 5, 2025
No menu items!
spot_img

Haedar Nashir Merespons Putusan MK: Jangan Matikan Sekolah Swasta

Must Read

SLEMAN, JAKARTAMU.COM | Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam merumuskan kebijakan pendidikan. Ia menilai, keputusan-keputusan negara yang tidak mempertimbangkan peran besar institusi pendidikan swasta bisa menjadi bumerang bagi masa depan pendidikan nasional.

“Kalau kemudian melakukan kebijakan, seperti hasil MK kemarin, ya, itu harus seksama. Yang dasarnya jangan sampai mematikan pendidikan swasta, yang justru sama dengan mematikan pendidikan nasional,” ujar Haedar seusai peletakan batu pertama Gedung TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) Semesta di Sleman, Selasa (3/6/3035).

Haedar merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Undang-Undang Sisdiknas yang mengamanatkan pendidikan gratis selama sembilan tahun. Menurutnya, kebijakan semacam ini harus diterapkan secara komprehensif dan tidak boleh abai terhadap kontribusi pendidikan swasta yang selama ini telah mengambil peran strategis dalam mencerdaskan bangsa.

Dengan penduduk lebih dari 281 juta jiwa, Haedar menilai mustahil bagi negara untuk menyelenggarakan pendidikan sendirian. Kolaborasi dengan institusi swasta adalah keniscayaan. Muhammadiyah, kata dia, telah menjadi pelopor pendidikan bahkan sejak sebelum kemerdekaan.

“Swasta juga memiliki semangat dari dalam untuk berkembang dengan cepat,” ungkapnya.

Sebagai bukti, saat ini Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah mengelola lebih dari 20.000 TK ABA yang tersebar di seluruh penjuru tanah air, bahkan hingga ke mancanegara. Selain pendidikan anak usia dini, Muhammadiyah juga menjalankan ribuan sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi – jumlah yang, menurut Haedar, bahkan melebihi perguruan tinggi milik negara.

Jangan Anggap Swasta sebagai Pesaing

Haedar meminta agar eksekutif, legislatif, maupun yudikatif bersikap adil dalam membuat kebijakan. Ia mengingatkan bahwa pendidikan swasta tidak boleh diperlakukan sebagai subordinat dari pendidikan negeri. Pendidikan adalah kerja kolektif. Negara, katanya, harus melihat institusi swasta bukan sebagai kompetitor, melainkan sebagai mitra sejajar dalam menyelenggarakan pendidikan nasional.

“Saya berharap ketika merumuskan kebijakan-kebijakan dan menetapkan kebijakan, dari eksekutif, legislatif, yudikatif seksamalah. Perhatikan konstitusi, perhatikan kemaslahatan bangsa, dan perhatikan realitas pendidikan dan dunia kependidikan di Indonesia,” ujarnya.

Ia menyoroti ketimpangan dalam hal keleluasaan mengelola lembaga. Jika institusi negeri diberi status badan hukum agar bisa berbisnis, maka pendidikan swasta pun harus diberikan ruang serupa.

“Kalau di institusi pendidikan negeri diberi badan hukum sehingga bisa berbisnis, maka di swasta kran itu jangan ditutup,” tegas Haedar. Ia menambahkan bahwa pendidikan swasta, apalagi yang berbasis gerakan seperti Muhammadiyah, bukanlah entitas bisnis.

“Jika ada satu atau hanya dua institusi pendidikan swasta yang berorientasi bisnis, tidak kemudian dijadikan sebagai keputusan konstitusi,” tandasnya.

Hari Arafah Hari Penyempurna

Oleh Drs H Dedi Iswantara, M.Pd ]* HARI ARAFAH menunjuk pada hari ke-9 dalam Dzulhijjah. Untuk tahun 1446 Hijriah, Hari...
spot_img
spot_img

More Articles Like This