JAKARTAMU.COM | Setiap tahun, umat Islam memiliki tradisi peringatan yang beragam, baik untuk memperingati hari kelahiran tokoh penting atau berdirinya sebuah organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah Milad Muhammadiyah yang dirayakan sebagai tanda rasa syukur atas kiprahnya dalam memajukan masyarakat Islam di Indonesia.
Namun, di balik tradisi ini, ada pertanyaan seputar hukum memperingati hari lahir atau berdirinya suatu organisasi dalam Islam. Apakah merayakan milad memiliki dasar yang sah dalam syariat? Bagaimana hukum memperingatinya dalam pandangan Islam?
Dalam Islam, peringatan terhadap suatu hari kelahiran atau kematian seseorang atau organisasi adalah masalah ijtihadiyah, yaitu: masalah yang tidak memiliki nash atau dalil spesifik yang secara langsung menunjukkan hukumnya.
Tidak ada hadis Nabi Muhammad SAW yang secara eksplisit mengatur peringatan hari lahir atau berdirinya suatu lembaga. Demikian pula, tidak ada praktik sahabat yang menjadi teladan mengenai hal ini. Namun, dasar-dasar umum yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah dapat menjadi pedoman dalam menetapkan hukum perayaan ini.
Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104, Allah Swt berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ayat di atas dapat menjadi landasan bagi umat Islam dalam melakukan segala bentuk amal yang mendekatkan diri kepada Allah. Jika peringatan Milad Muhammadiyah dimaknai sebagai bentuk syukur atas berdirinya organisasi yang berperan dalam menyebarkan Islam dan amal kebaikan, maka hal tersebut termasuk dalam perbuatan yang dapat menguatkan iman dan menambah kedekatan kepada Allah SWT.
Sebaliknya, apabila perayaan milad diisi dengan kegiatan yang berpotensi memunculkan unsur syirik atau penyimpangan, maka perayaan tersebut jelas dilarang. Dalam perspektif Muhammadiyah, segala bentuk perayaan, termasuk milad, harus diisi dengan kegiatan yang bermakna, mengandung kebajikan, dan menjauhkan dari hal-hal yang berpotensi mengurangi penghormatan kita kepada agama.
Allah juga berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 199 untuk mengerjakan yang ma’ruf dan menghindari yang buruk.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”
Dalam konteks Milad ke-112 Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Tuntunan Penyelenggaraan Milad Muhammadiyah, yang memuat tata cara peringatan yang sesuai dengan ajaran Islam dan misi gerakan Muhammadiyah.
Dengan tema “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua,” peringatan ini tidak sekadar menjadi ajang perayaan tetapi juga sebagai momentum untuk mensosialisasikan misi besar Muhammadiyah. Hal ini termasuk upaya Muhammadiyah dalam menyebarluaskan dakwah Islam yang rahmatan lil alamin.
Melalui surat edaran tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengimbau agar seluruh perayaan Milad Muhammadiyah diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, seperti pengajian, ceramah agama, dan aksi sosial. Di tingkat pusat, Milad ke-112 akan dibuka bersamaan dengan Sidang Tanwir di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dalam pelaksanaannya, Muhammadiyah tetap mengedepankan prinsip dakwah dengan menghindari hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. (Sumber)