PLASTIK adalah salah satu jenis sampah yang paling sulit terurai. Butuh waktu hingga 400 tahun untuk benar-benar hancur di alam. Di Indonesia sendiri, sekitar 16 persen dari total timbulan sampah nasional adalah sampah plastik. Angka ini terus meningkat dalam satu dekade terakhir seiring dengan gaya hidup instan dan konsumtif.
Kantong plastik sangat mudah ditemukan dan murah, sehingga sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari kemasan makanan, bungkus barang, hingga perabot rumah tangga dan mainan anak, semuanya nyaris tak lepas dari plastik. Tapi di balik kemudahannya, plastik menyimpan ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Saat Hari Raya Iduladha, penggunaan kantong plastik biasanya meningkat tajam karena kebutuhan membungkus daging kurban yang akan dibagikan ke masyarakat. Inilah momen penting untuk beralih pada alternatif ramah lingkungan, seperti besek non-plastik—wadah tradisional yang terbuat dari bambu, daun kelapa, atau daun pisang.
Gerakan ini sebenarnya sudah dimulai oleh beberapa pihak. Panitia Kurban Masjid Istiqlal, misalnya, sejak 2019 telah menggunakan besek bambu untuk membagikan daging kurban. Langkah ini menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari skala komunitas, dan bisa memberi dampak besar jika dilakukan bersama.
Pemerintah pun turut mendorong perubahan ini. Pemprov DKI Jakarta sejak 1 Juli 2020 resmi melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, pasar rakyat, dan toko swalayan. Aturan ini tertuang dalam Pergub No. 142 Tahun 2019. Tujuannya jelas: mengurangi beban sampah plastik yang mencemari sungai, laut, dan tanah.
Namun, selama masa pandemi COVID-19, terjadi lonjakan penggunaan kantong plastik karena meningkatnya aktivitas belanja online dan pengemasan barang sekali pakai. Hal ini kembali menambah jumlah limbah plastik di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
Kini, menjelang Iduladha 2025, sudah saatnya semua panitia kurban lebih sadar lingkungan. Selain menjalankan protokol kesehatan, penting juga memastikan daging kurban dibungkus dengan wadah yang aman dan ramah lingkungan. Jangan lagi menggunakan kantong plastik, apalagi kantong kresek berwarna hitam.
Plastik hitam biasanya berasal dari plastik daur ulang yang tidak steril, bahkan bisa berasal dari limbah elektronik. Kandungannya bisa mencakup bahan kimia berbahaya seperti brominated flame retardants (BFRs) dan logam berat. Bila digunakan untuk membungkus makanan, zat-zat ini bisa berpindah ke makanan dan mengancam kesehatan manusia. Selain itu, plastik jenis ini sangat sulit untuk didaur ulang kembali.
Menggunakan besek bukan hanya soal tradisi, tetapi juga bentuk tanggung jawab sosial dan ekologis. Wadah dari bambu atau daun tidak hanya aman untuk makanan, tetapi juga mudah terurai di tanah tanpa mencemari lingkungan. (*)