Alkisah, ada perempuan muda yang cantik dan berpendidikan tinggi memutuskan berkarir di rumah alias menjadi ibu rumah tangga, setelah menikah dan memiliki anak.
Keputusan ini boleh jadi ada yang menyayangkan. Mereka menganggap itu bukan keputusan terbaik. Mereka berpikir dan menilai akan sia-sia sekolah tinggi dan gelar yang diraih bila tidak bekerja di luar rumah.
Mestinya, ilmu yang didapat dari perguruan tinggi itu diamalkan untuk karier di kantoran. Bukan malah menghabiskan waktu mengurus rumah tangga. Ngapain sekolah tinggi-tinggi jika ujung-ujungnya begitu?
Pertanyaan tersebut adalah ungkapan sehari-hari di masyarakat yang menggambarkan bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan bagi kaum perempuan berkaitan erat dengan citra perempuan.
Karena perempuan dianggap sebagai makhluk yang secara kodrati dipaksakan harus berada di rumah (wilayah dapur sebagai tukang masak; wilayah sumur sebagai tukang cuci; wilayah kasur sebagai pelayan suami), pendidikan bagi perempuan atau ibu belum maksimal dianggap tidak sepenting bagi laki laki.
Pada saat pandemi dulu, jagat maya ramai dengan unggahan tangkapan layar berisi percakapan orang tua murid dengan pihak sekolah. Para ibu rumah tangga mengeluh karena tugasnya sebagai ibu rumah tangga bertambah berat. Selain menjalankan tugas sehari-hari, mereka juga harus menemani anaknya belajar secara online.
Menjadi pertanyaan besar, bukankah dalam syariat Islam tugas utama seorang ibu adalah guru bagi anak anaknya di rumah?
Keluh kesah, berat, ini dan itu, seorang ibu tersebut diduga bahwa masih banyak di luar sana para kaum ibu belum punya kompetensi mendidik anak di rumah, atau tidak cukup ilmu untuk menjadi pendidik bagi anak-anaknya di rumah.
Ilmu pengetahuan, kompetensi, wawasan memang tidak datang dengan sendirinya. Kita perlu mencari, menggali, serta mendalaminya dan itu bisa dicapai dengan mengenyam pendidikan bermutu yang berkelanjutan.
Ibu adalah guru terbaik bagi anak-anaknya di rumah. Seorang ibu sekarang ini mau tidak mau harus didorong serta dimotivasi untuk sekolah setinggi-tingginya. Kini para orang tua harus punya program untuk dapat menyekolahkan anak-anak termasuk anak-anak perempuan minimal sampai sarjana.
Para pimpinan sekolah, guru di sekolah, sekarang ini harus dapat mengarahkan, membina, memberi semangat, memberi pemahaman khusus untuk para siswinya, bahwa pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi itu sangat penting.
Saatnya perguruan tinggi amal usaha Muhammadiyah memaksimalkan program-program perkuliahan yang memudahkan bagi para ibu rumah tangga yang ingin melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetensi mendidik anak, karena anak adalah generasi penerus bangsa.
Selamat Hari Ibu
Wallaahu A’lam bishawaab