Minggu, Agustus 10, 2025
No menu items!

Jangan Kaget Kalau Dipanggil Almarhum Padahal Masih Hidup

Must Read

SUDAH menjadi kebiasaan orang Indonesia menyebut nama orang yang sudah meninggal dengan tambahan “almarhum”. Andaikan kata itu disematkan pada orang yang masih hidup, pasti menimbulkan kehebohan. Padahal, makna almarhum tidak merujuk khusus pada orang yang meninggal.

Menurut Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag., Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, kata almarhum adalah bagian dari makna rahmat dalam bahasa Arab.

“Perasaan halus yang diwujudkan dalam perilaku cinta, kasih, dan sayang, yang mendorong untuk memberikan kebaikan nyata kepada yang dikasihi, riiqqah taqtadli al-ihsan ila al-marhum,” ujar Hamim pada kajian tarjih Hari Bermuhammadiyah di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (9/8/2025).

Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag pada kajian tarjih Hari Bermuhammadiyah di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (9/8/2025). Foto: jakartamu.com/noor fajar asa

Hamim menjelaskan, dalam pengertian bahasa Arab, almarhum berarti orang yang dikasihi. Jika seorang Muslim telah wafat lalu diberi gelar almarhum, itu bermaksud mendoakan agar yang bersangkutan mendapat kasih sayang dan rahmat dari Allah SWT. Berdasarkan pengertian tersebut, memberi gelar almarhum kepada orang yang masih hidup sebenarnya tidak masalah. Namun, karena di Indonesia telah menjadi kesepakatan bahwa gelar itu hanya untuk yang sudah meninggal, maka jika disematkan pada orang yang masih hidup, wajar bila orang itu merasa tersinggung.

Untuk orang yang masih hidup, Hamim menyarankan penggunaan doa “rahimakallah” yang artinya “semoga Allah memberi rahmat kepadamu”. Baik almarhum maupun rahimakallah pada dasarnya adalah doa kebaikan yang sama.

Hamim menambahkan, Islam adalah risalah rahmat bagi seluruh alam. Berdasarkan pengertian ini, Islam diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk mewujudkan kebaikan nyata bagi seluruh makhluk. Kebaikan itu disebut hayah thayyibah atau hidup baik, sebagaimana tercantum dalam QS. An-Nahl ayat 97. Dalam tafsir para sahabat, hayah thayyibah memiliki tiga kriteria: rezeki halal, rasa cukup (qana’ah), dan kebahagiaan.

Ketiga kriteria ini menjadi landasan kehidupan baik menurut Al-Qur’an, yang hanya bisa diperoleh dengan kesungguhan iman dan amal saleh, sebagaimana disebutkan dalam Surat An-Nahl ayat 97 dan Al-Baqarah ayat 62. Konsep hayatan thayyibah mencakup banyak aspek: perkataan yang baik (kalimatan thayyibatan), tempat tinggal yang baik (masakina thayyibah), pasangan yang baik (maa thaa ba lakum), keturunan yang baik (dzurriyyah thayyibah), udara yang baik (rihin thayyibin), rezeki yang halal dan baik (min thayyibati marazaqnakum), hingga kehidupan bernegara yang baik dan diampuni Tuhannya (baldatun thayyibatun warabbun ghafur).

Allah SWT menjanjikan bahwa siapa pun, laki-laki maupun perempuan, yang hidup berlandaskan iman dan amal saleh secara konsisten akan memperoleh kehidupan yang baik, sejahtera, dan bahagia di dunia. Lebih dari itu, di akhirat kelak akan diberikan balasan yang lebih baik lagi: kehidupan yang bukan hanya bahagia, tetapi juga abadi.

Jejak Solidaritas yang Terlupakan: Mengenang Tiga Putra Indonesia Syahid di Palestina Tahun 1938

SAPULETE, Salimin, dan Sultan Ibrahim. Tiga nama itu nyaris tenggelam dalam arsip sejarah. Mereka bukan tokoh yang tertulis dalam...

More Articles Like This