Rabu, Mei 28, 2025
No menu items!
spot_img

Khalifah Menurut Al-Qur’an: Mengacu Adam dan Daud yang Pernah Tergelincir

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Kata khalifah dalam bentuk tunggal terulang dua kali dalam Al-Quran, yaitu dalam Al-Baqarah ayat 30 dan Shad ayat 26.

Ada dua bentuk plural yang digunakan oleh Al-Quran, yaitu:

(a) Khalaif yang terulang sebanyak empat kali, yakni pada surah Al-An’am 165, Yunus 14, 73, dan Fathir 39.
(b) Khulafa’ terulang sebanyak tiga kali pada surah-surah. Al-A’raf 7:69, 74, dan Al-Naml 27:62.

Prof Dr M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul “Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat” (Mizan, 1996) menjelaskan keseluruhan kata tersebut berakar dari kata khulafa’ yang pada mulanya berarti “di belakang”.

Dari sini, kata khalifah seringkali diartikan sebagai “pengganti” (karena yang menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang digantikannya).

Al-Raghib Al-Isfahani, dalam Mufradat fi Gharib Al-Qur’an, menjelaskan bahwa menggantikan yang lain berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan, baik bersama yang digantikannya maupun sesudahnya.

Lebih lanjut, Al-Isfahani menjelaskan bahwa kekhalifahan tersebut dapat terlaksana akibat ketiadaan di tempat, kematian, atau ketidakmampuan orang yang digantikan, dan dapat juga akibat penghormatan yang diberikan kepada yang menggantikan.

Quraish Shihab mengatakan tidak dapat disangkal oleh para mufasir bahwa perbedaan bentuk-bentuk khalifah, khalaif, khulafa’ masing-masing mempunyai konteks makna tersendiri, yang sedikit atau banyak berbeda degan yang lain.

Merujuk kepada Al-Qur’an

Kalau kita bermaksud merujuk kepada Al-Quran untuk mengetahui kandungan makna kata khalifah (karena ayat Al-Quran berfungsi pula sebagai penjelas terhadap ayat-ayat lainnya), maka dari kata khalifah yang hanya terulang dua kali itu serta konteks-konteks pembicaraannya, kita dapat menarik beberapa kesimpulan makna –khususnya dengan memperhatikan ayat-ayat surah Shad yang menguraikan sebagian dari sejarah kehidupan Nabi Daud.

Nabi Daud as sebagaimana diceritakan oleh Al-Quran, berhasil membunuh Jalut:

Dan Daud membunuh Jalut. Allah memberinya kekuasaan/kerajaan dan hikmah serta mengajarkannya apa yang Dia kehendaki …

Menurut Quraish, jika demikian, kekhalifahan yang dianugerahkan kepada Daud as bertalian dengan kekuasaan mengelola wilayah tertentu. Hal ini diperolehnya berkat anugerah Ilahi yang mengajarkan kepadanya al-hikmah dan ilmu pengetahuan.

Makna “pengelolaan wilayah tertentu”, atau katakanlah bahwa pengelolaan tersebut berkaitan dengan kekuasaan politik, dipahami pula pada ayat-ayat yang menggunakan bentuk khulafa:

Ini, berbeda dengan kata khala’if, yang tidak mengesankan adanya kekuasaan semacam itu, sehingga pada akhirnya kita dapat berkata bahwa sejumlah orang yang tidak memiliki kekuasaan politik dinamai oleh Al-Quran khala’if; tanpa menggunakan bentuk mufrad (tunggal).

Tidak digunakannya bentuk mufrad untuk makna tersebut agaknya mengisyaratkan bahwa kekhalifahan yang diemban oleh setiap orang tidak dapat terlaksana tanpa bantuan orang lain, berbeda dengan khalifah yang bermakna penguasa dalam bidang politik itu. Hal ini dapat mewujud dalam diri pribadi seseorang atau diwujudkannya dalam bentuk otoriter atau diktator.

Kalau kita kembali kepada ayat Al-Baqarah 30, yang menggunakan kata khalifah untuk Adam as, maka ditemukan persamaan-persamaan dengan ayat yang membicarakan Daud as, baik persamaan dalam redaksi maupun dalam makna dan konteks uraian.

Adam juga dinamai khalifah. Beliau, sebagaimana Daud, juga diberi pengetahuan –Wa ‘allama Adam al-asma’ kullaha– yang kekhalifahan keduanya berkaitan dengan Al-Ardha:

Inni ja’il fi al-ardhi khalifah (Adam) dan Ya Daud inna Ja’alnaka khalifatan fi al-ardh (Daud).

Adam dan Daud keduanya digambarkan oleh Al-Quran sebagai pernah tergelincir tetapi diampuni Tuhan. (Baca masing-masing QS 2: 36, 37, dan QS 38:22-25).

Sampai di sini, kata Quraish, kita dapat mengambil kesimpulan sementara, yaitu:

(1) Kata khalifah digunakan oleh Al-Quran untuk siapa yang diberi kekuasaan mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas. Dalam hal ini Daud (947-1000 S.M.) mengelola wilayah Palestina, sedangkan Adam secara potensial atau aktual diberi tugas mengelola bumi keseluruhannya pada awal masa sejarah kemanusiaan.

(2) Bahwa seorang khalifah berpotensi, bahkan secara aktual, dapat melakukan kekeliruan dan kesalahan akibat mengikuti hawa nafsu. Karena itu, baik Adam maupun Daud diberi peringatan agar tidak mengikuti hawa nafsu. (Baca QS 20:16, dan QS 38:261.

Teken MoU, Muhammadiyah Minta KPPU Awasi Pelaku Praktik Monopoli Usaha

JAKARTAMU.COM | Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menandatangani Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)...
spot_img
spot_img

More Articles Like This