Sabtu, Juli 12, 2025
No menu items!

Membangun Masjid Ramah Kaum Muda

Must Read

Oleh Ahsan Jamet Hamidi | Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso, Wakil Ketua LPCRPM PP Muhammadiyah

DALAM pertemuan regional LPCRPM yang melibatkan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten di Perguruan Muhammadiyah Rawamangun pada 11-13 Juli 2025, salah satu kegelisahan yang paling banyak disuarakan peserta adalah mengenai pengelolaan masjid-masjid Muhammadiyah. Tidak ada perbedaan pandangan di antara para peserta bahwa masjid Muhammadiyah tidak semata-mata hanya berfungsi sebagai tempat salat berjamaah lima waktu saja.

Masjid adalah basis gerakan dakwah Muhammadiyah, medium utama untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Muara dari semua bentuk dakwah Muhammadiyah adalah mendapatkan rida Allah, mewujudkan kemaslahatan hidup di dunia, dan menuai keselamatan di akhirat.

Menurut catatan Dewan Masjid Indonesia (DMI), Indonesia memiliki sekitar 800.000 masjid dan musala yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Jika rata-rata setiap masjid dapat menampung 250 jemaah, maka secara keseluruhan masjid di Indonesia mampu menampung lebih dari 200 juta jemaah. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah masjid terbanyak di dunia. Sebanyak 95% dari masjid tersebut dibangun secara gotong royong oleh warga masyarakat. Dari angka tersebut, jumlah masjid Muhammadiyah di Indonesia diperkirakan sekitar 12.000 unit, menurut Data Amal Usaha Muhammadiyah (DAPM).

Problem Pengelolaan Masjid

H. M. Jamaludin Ahmad, Ketua LPCRPM PP Muhammadiyah, menegaskan bahwa dari sisi semangat membangun masjid dan merawat bangunan secara fisik, kita tidak mengalami banyak kendala. Namun, dari sisi substansi untuk membangun ruh masjid yang hidup dan dinamis, kita masih menemui banyak hambatan. Bagaimana memakmurkan masjid agar bisa menjadi sentra kegiatan warga Persyarikatan, serta bagaimana mengajak warga Persyarikatan dan keluarganya agar aktif di masjid Muhammadiyah, juga perlu kita selesaikan bersama.

Dalam salah satu gurauannya, Mas Jamal berkelakar bahwa dari banyak masjid Muhammadiyah yang ia kunjungi, “95% jemaah salat subuhnya adalah orang tua. Dari jumlah itu, 99% berstatus single, alias tidak punya anak dan istri. Setelah pulang ke rumah, barulah mereka punya anak dan istri.”

Kalimat ini menyindir betapa sulitnya warga Muhammadiyah mengajak anak dan istri mereka untuk memakmurkan masjid. Kesadaran untuk hadir dan salat berjamaah di masjid sudah banyak muncul dalam diri pribadi atau secara individual, namun belum menjadi kesadaran kolektif keluarga.

Prof. Muhammad Da’i dan Prof. Ibnu Hasan, yang menjadi narasumber diskusi dalam forum tersebut, menegaskan bahwa sudah banyak dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mendorong kita agar bersemangat dalam memakmurkan masjid. Janji Allah berupa keselamatan dunia-akhirat, kebahagiaan, dan ketenangan jiwa telah dijanjikan berkali-kali. Namun demikian, tantangan dalam implementasinya di kehidupan nyata masih sangat berat.

“Mungkin warga Muhammadiyah perlu diruqyah isi kepala dan batinnya agar lebih sadar akan pentingnya memakmurkan masjid,” ujar Prof. Ibnu Hasan, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, dengan nada setengah gemas.

Praktik Baik dalam Pengelolaan Masjid

Dari diskusi tersebut, muncul sejumlah cerita tentang praktik baik yang bisa menjadi inspirasi dan teladan bagi masjid-masjid lainnya. Beberapa masjid Muhammadiyah terbukti berhasil menjadi masjid yang makmur, ramai oleh kegiatan keagamaan dan sosial yang menarik, serta selalu dihadiri banyak jamaah.

Ramainya jamaah dalam salat berjamaah memang penting, tetapi seyogianya tidak berhenti di situ. Jamaah juga harus hadir dalam berbagai aktivitas lainnya, turut terlibat, dan syukur-syukur bisa ikut memberikan kontribusi nyata bagi kemakmuran masjid. Mengapa hal ini bisa terjadi di beberapa tempat?

Beberapa poin penting yang patut dicontoh di antaranya, pertama, masjid dikelola oleh pengurus yang jujur dan bertanggung jawab, serta mampu mengelola keuangan secara transparan. Bukan hanya jumlah pemasukan yang dilaporkan secara berkala, tetapi juga pengeluaran yang dicatat dengan rapi dan diumumkan secara rutin. Tidak ada salahnya, dalam periode tertentu, jika keuangan masjid sudah mencapai nilai sangat besar, maka ia harus siap diaudit oleh kantor akuntan publik yang independen.

Kedua, dari sisi fisik, masjid yang dibangun atas spirit takwa itu tampilannya harus menarik dan nyaman. Bangunan fisiknya harus bersih dan indah, dengan MCK yang higienis, tempat wudhu dan toilet yang wangi serta terang oleh sinar matahari, sehingga tidak lembap dan jauh dari kesan kumuh. Saluran air dirawat dengan baik agar tidak mampet. Suhu di dalam masjid juga dibuat sejuk dengan sirkulasi udara yang lancar. Karpet, sajadah, mukena, dan sarung disediakan dengan rapi dan bebas bau apek.

Selain itu, dari sisi keruhanian, masjid Muhammadiyah hendaknya selalu menggema oleh suara lantunan Al-Qur’an, azan, dan iqamah yang merdu serta nyaman di telinga. Bacaan imam dalam salat perlu distandardisasi dari sisi tajwid dan kualitas suara. Hal-hal ini bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi jamaah lintas generasi.

Menumbuhkan gagasan dan praktik baik agar anak-anak muda tertarik untuk beraktivitas di masjid adalah tantangan besar bagi seluruh pengelola masjid di lingkungan Muhammadiyah. Untuk itu, Ketua LPCRPM memiliki kiat ampuh. Salah satunya adalah, pengurus wilayah, daerah, cabang, dan ranting Muhammadiyah harus bisa tegas untuk menyerahkan pengelolaan masjid kepada anak-anak muda usia 30 tahun. Berilah mereka kesempatan mengelola masjid dengan gagasan segar dan sarat kegiatan anak muda.

Bagaimana dengan para “Ayahanda”? Eksistensi mereka yang berusia di atas 60 tahun cukup menjadi pengawas, pembina, dan pemberi arahan agar tidak melenceng dari cita-cita awal prinsip dakwah Muhammadiyah. Manajemen pengelolaan keuangan, prinsip, dan praktik ibadah harus tetap sesuai dengan nilai-nilai Kemuhammadiyahan. Tanpa harus membatasi kreativitas anak-anak muda, prinsip dan nilai tersebut bisa dimanifestasikan dalam beragam kegiatan yang penuh semangat, dengan jiwa anak muda yang modern namun tetap bertanggung jawab. (*)

KAHMI Usulkan Cetak Biru Swasembada Pangan Jangka Panjang

JAKARTAMU.COM | Ketahanan pangan tak bisa diserahkan pada mekanisme pasar dan cuaca semata. Hal ini menjadi fokus rekomendasi eksternal...

More Articles Like This