Sabtu, Juli 12, 2025
No menu items!

KAHMI Usulkan Cetak Biru Swasembada Pangan Jangka Panjang

Must Read

JAKARTAMU.COM | Ketahanan pangan tak bisa diserahkan pada mekanisme pasar dan cuaca semata. Hal ini menjadi fokus rekomendasi eksternal Rakornas I Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) pada 10–11 Juli 2025 di Hotel Sahid, Jakarta. Untuk mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan, Indonesia butuh peta jalan jangka panjang, bukan sekadar respons situasional.

Sekjen Majelis Nasional KAHMI, Syamsul Qomar, menyebut pangan sebagai sektor strategis yang menyangkut bukan hanya perut rakyat, tapi juga fondasi stabilitas politik dan ekonomi.

“Krisis selalu memukul sektor pangan lebih dulu. Kalau logistik macet, cuaca ekstrem datang, atau harga dunia melonjak, rakyat paling rentan akan langsung terdampak,” ujar Syamsul.

Untuk itu, KAHMI mengusulkan kerangka swasembada yang terbagi dalam tiga fase. Jangka pendek, 2025–2027, berfokus pada konsolidasi program seperti Makan Bergizi Gratis dan Koperasi Desa Merah Putih, dengan target cakupan 70 persen dan peningkatan produksi beras hingga 15 persen.

Fase berikutnya, 2028–2032, menargetkan tercapainya swasembada beras secara penuh, bahkan surplus dua juta ton untuk cadangan dan ekspor. Horizon terakhir (2033–2045) diarahkan pada sistem pangan modern yang mampu beradaptasi terhadap iklim ekstrem, terintegrasi dalam ekosistem digital, dan mendorong Indonesia menjadi penyuplai pangan strategis di kawasan.

Delapan Pilar Swasembada Pangan

Rancang bangun ini ditopang oleh delapan pilar strategis. Pada pilar pertama yaitu produksi, KAHMI mendorong investasi Rp125 triliun untuk merevitalisasi irigasi dan membangun jaringan baru. Teknologi pertanian presisi berbasis drone, sensor, dan AI akan digunakan di jutaan hektare lahan. Lahan-lahan kering seperti di Nusa Tenggara dan Sulawesi ditargetkan naik produktivitasnya hingga 150% dengan teknologi sprinkler dan tetes air.

Program pemuliaan varietas unggul juga dikebut. Targetnya, 20 varietas baru tiap tahun yang tahan iklim ekstrem dan bergizi tinggi. Teknologi gene editing dan controlled breeding mulai dikembangkan untuk menghasilkan padi super produktif yang ditargetkan siap panen massal pada 2028.

Pilar kedua menyentuh aspek distribusi, termasuk pembangunan cold storage, pusat logistik regional, dan sistem transportasi pangan lintas wilayah. Dengan investasi Rp80 triliun, sebanyak 25.000 unit cold storage dan 15 pusat distribusi regional dibangun. Sistem logistik pangan akan disambungkan dengan pelabuhan khusus dan jaringan transportasi dingin agar produk segar bisa dikirim lintas pulau dalam waktu maksimal 24 jam.

Pilar konsumsi tak luput dari perhatian. KAHMI menilai ketergantungan berlebihan pada beras harus dikurangi. Konsumsi per kapita ditargetkan turun dari 120 kg menjadi 90 kg per tahun pada 2035. Pola makan yang lebih beragam digalakkan lewat edukasi gizi dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, termasuk program dapur sekolah dan kebun pangan lokal.

Untuk menopang diversifikasi ini, industri pengolahan pangan lokal akan diperkuat dengan investasi Rp50 triliun. Sebanyak 1.000 unit industri skala menengah ditargetkan tumbuh dengan sertifikasi dan branding khas daerah.

Pilar keempat menyoroti regenerasi petani sebagai kebutuhan mendesak. Data BPS menunjukkan bahwa 70 persen petani Indonesia berusia di atas 45 tahun dengan pendidikan mayoritas setingkat SD. Tanpa regenerasi, produktivitas dan inovasi sulit digenjot. Karena itu, KAHMI mendorong inkubasi agripreneur muda melalui skema techno-sociopreneurship yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Salah satu model yang sudah terbukti, seperti “One Village One CEO”, akan dikembangkan untuk menghubungkan pemuda tani dengan pasar, teknologi, pembiayaan, dan pendampingan.

Pilar kelima berfokus pada ketersediaan lahan. Selain mempertahankan lahan berproduktivitas tinggi seperti Pantura, perluasan dilakukan di kawasan rawa, perhutanan sosial, dan wilayah marginal lain. Urban farming juga masuk agenda, dengan dukungan kebijakan pengalokasian lahan kota dan keterlibatan sektor swasta.

Pilar keenam menyangkut optimalisasi teknologi. KAHMI mendorong pemanfaatan varietas adaptif seperti padi IPB 8G atau lele tahan virus, pemakaian mikroba untuk memperbaiki tanah, serta digitalisasi pendampingan petani lewat platform seperti IPB Digitani. Teknologi ini diharapkan menjangkau petani secara langsung dan meningkatkan hasil tanpa menambah beban input produksi.

Pilar ketujuh menyentuh rantai pasok. Pengurangan food loss dan food waste dilakukan lewat teknologi pascapanen berbasis energi terbarukan, edukasi tentang praktik bertani yang baik (GAP), serta insentif bagi pelaku usaha yang menerapkan sistem distribusi dingin. KAHMI juga menekankan pentingnya pengolahan hasil samping, serta kolaborasi pemerintah, kampus, dan swasta untuk mengubah pola konsumsi masyarakat.

Pilar kedelapan menyangkut kelembagaan. KAHMI melihat perlunya perbaikan sistem pendataan penerima subsidi pupuk, evaluasi atas penentuan harga eceran komoditas, serta integrasi sistem agribisnis dari hulu ke hilir. Petani dan kelembagaan tani harus diperkuat tidak hanya secara administratif, tapi juga dalam hal akses terhadap input produksi, lahan, air, dan pembiayaan. Tata kelola agromaritim juga mesti dibenahi agar sejalan dengan dinamika musim dan struktur biaya produksi di tiap wilayah.

Syamsul Qomar menegaskan bahwa sistem pangan Indonesia tak boleh lagi bergantung pada impor dan kondisi cuaca.  Dengan populasi 285 juta jiwa dan konsumsi beras tertinggi di dunia, celah antara produksi dan kebutuhan pangan di Indonesia memang kian lebar. Pada 2024, produksi beras turun menjadi 30,3 juta ton, sementara kebutuhan tembus 34 juta ton. Selisih ini diisi dengan impor 3 juta ton beras, naik dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Kondisi ini tak bisa dibiarkan sehingga dibutuhkan langkah korektif sistemik agar Indonesia tak kehilangan kedaulatan pangan.

Dua Luka dalam Satu Atap (12): Janji yang Akhirnya Kulepaskan

MALAM itu, aku terjaga lebih lama dari biasanya. Suara hujan sudah reda, tapi sepi yang tertinggal di rumah ini...

More Articles Like This