Sabtu, Mei 31, 2025
No menu items!
spot_img

Menakar Daya Tarik Saham Syariah: Tak Sekadar Sentimen Agama

Evaluasi mayor indeks syariah BEI menegaskan arah baru bagi investasi halal di tengah geliat pasar modal Indonesia.

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Pada Selasa, 27 Mei 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan hasil evaluasi mayor lima indeks saham syariah. Langkah rutin ini menjadi barometer arah dan daya tarik investasi berbasis prinsip Islam, yang kini menjelma menjadi alternatif arus utama di tengah ekonomi yang masih dibayangi ketidakpastian global.

Lima indeks yang dievaluasi adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), Jakarta Islamic Index (JII), JII70, IDX Sharia Growth (IDXSHAGROW), dan IDX-MES BUMN 17. Indeks saham ini mencerminkan dinamika pasar sekaligus keseriusan regulator membingkai pasar modal syariah sebagai arena yang likuid, fleksibel, dan bertumbuh.

Di bawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kepala eksekutif pengawas pasar modal Inarno Djajadi menegaskan bahwa investasi syariah tak sekadar alternatif spiritual. “Ini pilihan strategis untuk melindungi nilai aset dari inflasi dan tetap sesuai nilai-nilai Islam,” ujarnya dalam pernyataan resmi sehari setelah pengumuman BEI.

Langkah evaluatif ini bukan kosmetik musiman. Sebanyak 16 saham masuk ke dalam ISSI, indeks yang mencerminkan seluruh saham syariah terdaftar, sementara 29 lainnya dikeluarkan. Nama-nama baru seperti ABMM dan CUAN masuk menggantikan saham-saham yang tersingkir akibat tidak lagi memenuhi kriteria syariah, atau dari sisi likuiditas.

Di indeks yang lebih selektif seperti JII dan JII70, kehadiran saham-saham baru seperti BRPT dan PTRO menandakan adanya pergeseran minat dan performa emiten. Sementara IDX Sharia Growth, yang memantau saham-saham syariah dengan potensi pertumbuhan tinggi, memasukkan UNTR, ERAA, hingga ELSA—nama-nama yang dulunya lebih sering ditemui dalam indeks sektoral umum.

JSMR menjadi satu-satunya nama baru di IDX-MES BUMN 17, menggantikan SMBR. Pergantian ini tidak hanya teknikal. Ia mencerminkan tuntutan pasar terhadap kinerja dan kepatuhan syariah dari perusahaan pelat merah.

Dari Alternatif ke Arus Utama

Pasar modal syariah di Indonesia perlahan mengalami pergeseran status: dari sekadar pelengkap menuju pilar utama. Sejak 2018, jumlah investor saham syariah melonjak lebih dari 268% yakni dari 44 ribu menjadi 164 ribu pada akhir 2024.

Kapitalisasi pasarnya kini menembus Rp7.256 triliun, atau 57,2% dari total kapitalisasi pasar modal Indonesia. Sementara jumlah saham yang masuk dalam ISSI meningkat menjadi 641 saham, naik 75,6% dalam lima tahun terakhir.

“Investor kini tidak hanya mengejar profit, tapi juga kepatuhan pada prinsip. Saham syariah menjawab dua-duanya,” kata Teddy Wishadi, SEVP Retail Markets & Technology BNI Sekuritas.

BNI Sekuritas menjadi salah satu pemain aktif yang menawarkan produk syariah, termasuk reksadana dan pembiayaan berbasis halal. Mereka melihat potensi bukan hanya dari sisi religiusitas investor, tapi juga daya tahan fundamental saham-saham syariah dalam menghadapi krisis.

Data Bloomberg menunjukkan, per 27 Desember 2024, ISSI masih tumbuh 0,57% sepanjang tahun berjalan, sementara IHSG merosot 3,25%. Artinya, dalam ketidakpastian, saham syariah justru tampil lebih stabil.

Mengapa Syariah Menarik?

Di luar sentimen agama, ada sejumlah argumen rasional yang membuat saham syariah kian menarik. Pertama, seleksi ketat berbasis prinsip syariat Islam membuat saham syariah otomatis menghindari sektor penuh risiko seperti rokok, minuman keras, perjudian, dan perbankan konvensional. Kedua, fokus pada emiten yang memiliki utang rendah dan arus kas sehat memperkuat daya tahan fundamentalnya.

“Secara risiko, saham syariah cenderung lebih aman karena tidak mengejar spekulasi. Ini cocok bagi investor jangka panjang yang ingin tidur nyenyak,” ujar analis pasar dari salah satu manajer investasi syariah di Jakarta.

Dengan pertumbuhan dana kelolaan reksadana syariah mencapai Rp57,72 triliun dan outstanding sukuk negara sebesar Rp1.704,34 triliun, ekosistem keuangan syariah di Indonesia mulai menciptakan gravitasi sendiri.

Tantangan Selanjutnya

Namun, tak semua jalan mulus. Rendahnya literasi keuangan syariah dan dominasi investor ritel yang minim edukasi membuat pasar ini masih rawan terhadap sentimen jangka pendek. Di sisi lain, masih terbatasnya emiten syariah di sektor teknologi dan digital membuat pasar syariah berisiko tertinggal dari dinamika industri global.

Namun, upaya seperti peluncuran reksadana berbasis teknologi oleh KISI Asset Management dan kampanye reksa dana syariah oleh BCA menunjukkan sinyal positif: pasar perlahan belajar dan berbenah.

Evaluasi mayor indeks saham syariah oleh BEI kali ini bukan sekadar rotasi nama-nama. Ia menjadi jendela untuk melihat ke mana arah pasar modal Indonesia bergerak: ke pasar yang tidak hanya tumbuh, tapi juga lebih beretika.

Juru Sembelih Itu Bukan Tukang Jagal

DEPOK, JAKARTAMU.COM | Pisau, jika ingin digunakan secara maksimal, harus selalu dirawat dan diasah. Begitu pula dengan ilmu—ia perlu...
spot_img
spot_img

More Articles Like This