Rabu, April 30, 2025
No menu items!

Menjaga Lisan: Memahami Laqob Su’, As-Sukhriyyah, dan At-Tanabuz bil Alqob

Must Read

DALAM kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari interaksi sosial. Ucapan menjadi jembatan hati, namun bisa pula menjadi jurang pemisah. Islam sangat menekankan adab dalam berbicara, agar lisan kita menjadi jalan kebaikan, bukan sumber kerusakan. Di antara bentuk penyimpangan lisan yang dilarang adalah Laqob Su’, As-Sukhriyyah, dan At-Tanabuz bil Alqob.

Laqob Su’ berarti pemberian julukan buruk kepada seseorang. Ia bisa berupa panggilan berdasarkan kekurangan fisik, kelemahan, atau aib yang dimiliki seseorang. Islam melarang keras tindakan ini karena ia melukai kehormatan manusia yang telah dimuliakan Allah.

Allah Ta’ala berfirman:

            ⁠يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)

Ayat ini secara tegas melarang perbuatan Laqob Su’, karena bertentangan dengan prinsip penghormatan terhadap sesama mukmin. Seorang Muslim seharusnya menutupi aib saudaranya, bukan justru menjadikannya bahan olok-olok atau ejekan.

As-Sukhriyyah adalah bentuk ejekan atau memperolok-olok orang lain. Ini lebih luas dari sekadar memberi julukan buruk, karena bisa berupa sikap, isyarat, atau candaan yang merendahkan martabat orang lain.

Rasulullah ﷺ bersabda:

            ⁠لا تَحاسَدُوا، ولا تَناجَشُوا، ولا تَباغَضُوا، ولا تَدابَرُوا، ولا يَبِعْ بَعْضُكُمْ علَى بَيْعِ بَعْضٍ، وكُونُوا عِبادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“Janganlah kalian saling dengki, janganlah saling menipu dalam jual beli, janganlah saling membenci, janganlah saling membelakangi, dan janganlah sebagian kalian menjual atas jualan sebagian yang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 2563)

Hadis ini menekankan pentingnya membangun ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim) yang tulus, bebas dari perasaan merendahkan atau memperolok-olok.

At-Tanabuz bil Alqob secara khusus bermakna saling memanggil dengan gelar-gelar yang tidak pantas, terutama setelah seseorang masuk Islam dan mendapat kehormatan sebagai mukmin. Allah menyebut perbuatan ini sebagai “bikhsal ismu al-fusūqi ba’da al-īmān” — seburuk-buruk panggilan adalah panggilan kefasikan setelah iman.

Mengolok-olok dengan memanggil orang berdasarkan masa lalunya, seperti “kamu dulu pemabuk” atau “kamu mantan penjahat”, termasuk ke dalam tanabuz bil alqob yang diharamkan. Seorang Muslim hendaknya menilai orang lain berdasarkan kondisi keimanannya saat ini, bukan masa lalunya.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

            ⁠مَن سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللَّهُ في الدُّنْيا والآخِرَةِ

“Barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim no. 2590)

Sikap menutupi, memuliakan, dan menghormati sesama Muslim adalah tanda keimanan. Sebaliknya, membuka aib, memperolok, dan melecehkan adalah tanda penyakit hati.

Sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk menebarkan kehormatan, bukan menghancurkannya. Kita diminta untuk menghias lisan dengan kebaikan, memperbanyak doa untuk saudara kita, bukan menyematkan julukan-julukan hina yang menggores harga dirinya.

Penting untuk direnungkan bahwa setiap kata yang keluar dari lisan kita akan dicatat oleh malaikat:

            ⁠مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

Dengan memahami larangan Laqob Su’, As-Sukhriyyah, dan At-Tanabuz bil Alqob, kita diajak untuk menjadi insan yang beradab dalam bertutur kata. Kita diajarkan untuk menjaga lisan sebagaimana menjaga kehormatan diri sendiri. Lisan yang terjaga adalah pintu menuju keselamatan di dunia dan akhirat.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

            ⁠مَنْ يَضْمَنْ لي ما بَيْنَ لَحْيَيْهِ وما بَيْنَ رِجْلَيْهِ أضْمَنْ لهُ الجَنَّةَ

“Barang siapa yang dapat menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya (lisan) dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin untuknya surga.” (HR. Bukhari no. 6474)

Betapa besar perhatian Islam terhadap lisan. Jangan sampai Laqob Su’, As-Sukhriyyah, dan At-Tanabuz bil Alqob menjadi sebab kita merugi di hadapan Allah, hanya karena lidah yang tak terjaga.

Semoga Allah menjaga lisan kita dari keburukan, membimbing kita untuk berkata dengan hikmah, dan menjadikan setiap ucapan kita sebagai jalan menuju rida-Nya. (*)

Paha Laki-Laki Termasuk Aurat: Berikut Ini Batasannya

JAKARTAMU.COM | Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-fatwa Kontemporer" (Gema Insani Press) mengatakan di antara hal yang telah...
spot_img

More Articles Like This