Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Bukanlah istana megah yang jadi takhta,
Bukan pula gemerlap harta yang tiada tara.
Kebahagiaan sejati bersemayam di jiwa,
Di sanubari yang syukur dan iman bercahaya.
Kekayaan iman, pelita jiwa,
Menghantar langkah menuju surga.
Kekayaan ilmu, lentera akal,
Mencahayai dunia, menjadikan diri bermanfaat total.
Kekayaan kesehatan, penopang raga,
Menyulam kekuatan dalam setiap asa.
Lihatlah mukmin sejati, ia selalu takjub,
Hatinya teguh di ujian ataupun limpahan anugerah.
Saat senang, syukurnya memuncak,
Saat susah, sabarnya tak pernah retak.
Harta hanyalah bonus dari Sang Maha Memberi,
Bukan pengukur nilai diri.
Bukan pula jalan utama menuju bahagia,
Karena syukur adalah kunci yang nyata.
Wahai insan, ingatlah Tuhan dalam setiap tarikan napas,
Di sana ada damai yang tak tergilas.
Syukurkanlah setiap rezeki yang menghampiri,
Maka nikmat-Nya akan terus berseri.
Bukan “berapa banyak,” tapi “bagaimana hatimu,”
Itu yang membedakan bahagia yang palsu dan yang sejati.
Memberi adalah bentuk cinta tertinggi,
Melipatgandakan bahagia di bumi ini.
Maka tanamkan syukur di relung hati terdalam,
Lalu tebarkan kebahagiaan dalam setiap gerak langkahmu.
Karena sesungguhnya Allah tak melihat rupa atau harta,
Hanya hati dan amal yang membawa kita ke surga-Nya.
Masya Allah, Tabarakallah,
Semoga setiap syukur kita membawa berkah.
Bahagia itu sederhana, wahai jiwa,
Cukup iman, ilmu, dan kesehatan yang kita jaga.