DI penghujung zaman, langit pun menyimpan luka,
Fitnah menari di sela doa yang tersisa,
Ia menyusup halus, bagai bayang di cermin jiwa,
Menggoda iman, menusuk logika tanpa jeda.
Bukan sekadar hasutan atau kabar tanpa dasar,
Fitnah menjelma ujian, cobaan yang membakar,
Harta yang memesona, anak yang jadi pusat pusaran,
Pendapat yang beragam, membelah umat jadi pertentangan.
Saudaraku, jangan remehkan alirannya yang samar,
Ia menggerogoti keyakinan hingga tak terasa gentar,
Pagi engkau tegak dengan tauhid yang terang,
Sore menjualnya demi dunia yang penuh kilang.
Sungguh Rasul telah mengajarkan sebuah penangkal,
Doa-doa yang merintih dari lubuk terdalam yang kekal,
“Ya Allah lindungilah dari fitnah hidup dan mati,
Dari Dajjal yang menyesatkan dan api neraka yang membakar hati.”
Ibnu Qayyim menulis dalam tinta hikmah yang tak pudar,
Bahwa sabar adalah pelindung, pelatuk bagi yang sadar,
Sebagaimana emas dimurnikan lewat kobaran bara,
Seorang mukmin ditempa lewat luka dan derita.
Sabar bukan sekadar diam menahan gempita,
Ia adalah pelita dalam gulita,
Ia membungkam amarah, meredam keluh,
Menjadikan hati lembut, tak mudah runtuh.
Kala fitnah menyerbu seperti malam tanpa rembulan,
Segeralah beramal, jangan tunggu hilangnya harapan,
Karena saat keyakinan bisa dibeli dengan harga murah,
Dan agama dijual seperti barang lelang yang lusuh dan lelah.
Tegakkan dirimu dalam sujud yang tak terputus,
Pelihara lisan, jaga pandangan dari hal yang merusak arus,
Sibukkan hati dengan dzikir yang membasuh resah,
Karena dunia hanya perantara, bukan tempat berserah.
Saudaraku, jangan tanya kapan badai ini akan reda,
Tapi tanyakan pada hatimu: sudahkah siap menghadapinya?
Karena sabar bukan hanya menanti reda,
Tapi melangkah meski dunia tertawa atau mencela.
Jika dunia maya menjadi senjata fitnah yang tak berbatas,
Jadikan layar ponselmu sebagai ladang amal yang ikhlas,
Jika dunia nyata menggoda dalam rupa sahabat,
Jadikan kesabaranmu benteng, bukan sekadar perisai rapat.
Wahai jiwa yang rindu ridha-Nya dalam cahaya,
Berlarilah menuju perintah, tinggalkan gelisah yang sia-sia,
Karena yang bertahan bukan yang paling banyak tahu,
Tapi yang paling sabar menahan goncang waktu.
Maka genggam erat sabar sekuat cita,
Jangan lepaskan meski ujian merintih di dada,
Sebab pada sabar tersimpan mutiara tak ternilai,
Penawar fitnah, cahaya di ujung badai.