Sabtu, Februari 15, 2025
No menu items!

Fatahillah Sang Pemenang (4): Kisah Penyebaran Nasrani di Nusantara

Must Read

DI Pantai Jepara, malam semakin larut menemani bulan membulat. Di desiran angin pantai, Wiranggaleng mendengar lembut lantunan ayat suci Al Qur’an yang dibawakan oleh Anggoro Hayatullah…..:

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, katakan aku berlindung dari bahaya kegelapan, selagi malam tiba; dan bahayanya dari orang-orang yang dengki dan menghasut.

Wiranggaleng: Kenapa, kini aku semakin terasing. Hayatullah sudah bisa menghafal kalimat-kalimat suci berbahasa Arab. Sepertinya tak sama dengan acuan sastra Jawa.

Aku mendengarnya tak lagi sama dengan ajaran dari guruku, Rama Panembahan Cluring di kampungku Tuban Selatan yang seluruhnya masih beragama Budha.

Islam telah datang dan bersemi di Tuban Utara yang dikembangkan dari Demak dan Jepara ini, bahkan separo penduduk Tuban telah memeluk Islam. Oh Batara, Sang Hyang Widi, saya tak tahu lagi nasib Budha di Tanah Jawa, apalagi nanti ancaman Nasrani dari Portugis, agama dari Atas Angin yang bergambar salib.

(…Langit kian bersih, terang temaram oleh sang bulan, mengkilapkan deburan ombak di pantai Jepara….)

BACA JUGA:  Fatahillah Sang Pemenang (1): Dialog Gusti Ratu Aisah dengan Sultan Trenggono

Wiranggaleng mendesah: Aduh Idayu …., suamimu sebagai Teliksandi Tuban yang harus menyelidiki perubahan politik Demak terhadap Portugis. Di atas Tanah Jawa yang kian gelisah, seakan ketentraman mulai ingin ditenggelamkan. Bagai ombak dilepas dermaga, bergemuruh mengayunkan angin tak henti-henti.

(Sementara ke bagian barat, berpuluh mil dari Jepara, dalam pelarian dua pelaut Portugis dari Malaka yang kelak tertangkap oleh Babah Lim Mo Han di lepas pantai Semarang).

Esteban: Rodriguez…, kau emang tak bosan dengan gaji tetap, hidup di barak dengan irama kehidupan begitu rutin saja?

Rodriguez: Senior Esteban, kakak sepupuku nomor satu….

Betul…betul kita tentu bangga, bahwa panglima kita Alfonso de Albuquerqe telah menaklukkan Malaka. Sampai kapan ..ya, sudah tiga tahun sejak 1511. Jadi bosan juga kita. Kita melakukan pembenahan di Malaka menjadi kehidupan baru di bawah sang salib, untuk dan demi Tuhan Bapak, Tuhan Yesus dan Roh Kudus kita.

Esteban: Makanya…., lalu kapan kita dapat bersenang-senang , punya usaha dagang sendiri dan menjadi kaya, Rodriguez.

Kita sudah sebelas tahun berlayar, melewati ujung Afrika, Goa dan Malabar di India. Kita sudah kalahkan pasukan Islam dan rampas harta mereka di Teluk Persia.

Kita bersuka ria, di daratan dan kepuasan tak ada batasnya….pengin lagi dan pengin lagi. Mengejar orang Islam Moro….tapi justru di India dan semenanjung Malaka telah banyak orang Islam pula. Terus kapan kita hidup berkeluarga?

BACA JUGA: Fatahillah Sang Pemenang (2): Strategi Menghadapi Portugis

Rodriguez: Dan….tenteram, begitu kakak Esteban? Tak terasa usia kita telah 30 tahun lebih. Kita hanya berpindah pindah dari pelukan wanita kulit putih, hitam dan sawo matang. Arak memabokkan adalah penghilang sementara mengatasi kebosanan dalam penantian masa depan.

Esteban: Kebanggaan macam apa ini. Dada selalu membusung sebagai putra Portugis yang jaya, bangsa penakluk dan pemenang di daratan Islam yang kita duduki. Pribumi Goa sampai Malaka, selalu menganggukkan mengiyakan bila kita pemenang ini menunjukkan jari pada barang yang kita inginkan.

Termasuk terhadap siapa yang kita ingin,…termasuk perempuan pribumi Islam yang ramah dan menggairahkan itu. Hahahaaaaa….

Rodriguez: Eh….kakak Esteban,…belum lagi …ah kita memang kelewatan. Itu..tuh perempuan Malaka dan Aceh, tak segalak perempuan kulit putih.

(Mereka berdua tertawa terbahak-bahak)

Setiap kali menginjak bumi kafir, wow betapa membanggakan.

Bergemalah nama Tuhan Yesus dalam hati, Pasti daratan ini akan segera diterangi ajaran Sang Juru Selamat.

Esteban: Ya.., ya ., tapi kebanggaan apa macam begituan? Akhirnya tak memuaskan juga. Kakakmu Esteban ini, inginkan kebebasan dan kesenangan tanpa batas.

Saya sudah bosan mendengar khotbah Pastor Kapal si Marwi Fateti orang Italia itu ” Jangan masukin daerah kafir pribumi di daratan tanpa perintah”. Tunggu instruksi. Lalu Mario melanjutkan “Karena kita akan membawakan kabar duka, bukan suka. Tak ada terang Allah di setiap jengkal tanah kafir itu.

Ulangan khotbah itu, sungguh membosankan.

BACA JUGA: Fatahilah sang Pemenang (3): Dakwah Sunan Kalijaga di Tengah Ancaman Portugis

Rodriguez: Kalau begitu, saya ikut senior Esteban saja. Kita siapkan segala sesuatu. Belajar bahasa Melayu, misalnya.

Kita tunggu kabar, katanya Desember 1512 Armada Portugis Malaka akan menuju Maluku, sebelum menguasai Tanah Jawa, khususnya Banten, Sunda Kelapa, Demak dan Tuban.

(Kedua saudara sepupuan, dari kesatuan Angkatan Laut Portugis keturunan Spanyol adalah penembak meriam. Mereka kanonir, satuan kebanggaan artileri di kapal Portugis.

Semula adalah petani anggur di semenanjung Iberia.

Mereka tinggalkan ladang anggur di pinggiran Lisboa dan melamar menjadi Angkatan Laut Portugis… dengan uang sogokan.

Pelayaran pun dimulai. Mereka berdua pernah ikut perang laut di Teluk Persia melawan gabungan armada laut negeri-negeri muslim dengan kemenangan gilang-gemilang.

Sampailah pelayaran itu ke Nusantara pada abad XVI, setelah menduduki Semenanjung Malaka.

Ketika Portugis menuju ke Maluku 1512, setelah penaklukan Malaka, kedua sepupu Esteban dan Rodriguez melarikan diri atau desersi

Menyusuri dengan kapal kecil dan dua meriang beserta mesinnya, merengkuhi Pantai Timur Sumatera, bersandar sebentar di Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Tegal, Pekalongan. Semula ingin mencapai Jepara, namun karena penjagaannya terlalu kuat, mereka berbalik ke barat.

Di Semarang merek berlabuh …)

Membangun Kemandirian Desa: Yuyun Yunistri dan Revolusi Pertanian Organik

JAKARTAMU.COM | Di tengah gempuran industrialisasi dan urbanisasi, pilihan untuk kembali ke desa sering kali dianggap sebagai langkah mundur....

More Articles Like This