Minggu, Desember 8, 2024
No menu items!

Indahnya Pilkada Damai, Biarkan Cebong Menjadi Kampret

Kini, pemilu terasa damai. Boleh jadi ini karena para cebong sudah menjelma menjadi kampret atau sebaliknya.

Must Read

PENCOBLOSAN pemilihan kepala daerah di berbagai wilayah DKI Jakarta relatif teduh. Suasana kondusif. Paling tidak jika mengacu di TPS 53 yang bertempat di TK Pertiwi III komplek perumahan eks Departemen Dalam Negri Pisangan Timur Pulogadung.

Sudah sewajarnyalah jika dalam pesta demokrasi ini dilakukan dengan riang gembira. Semoga saja ini sebagai pertanda bahw masyarakat sudah cerdas dalam berpolitik. Mereka menyadari bahwa politik jangan sampai mencederai hubungan silaturahmi antar-keluarga, tetangga sampai hubungan baik antar-sesama anak bangsa.

Perbedaan pilihan politik itu sebuah hal manusiawi serta hak pilih warga negara sebagai ranah privat tidak bisa diintervensi pihak mana pun.

Berpolitik bagi umat Islam yang dipahami oleh Muhammadiyah, itu sebagai bagian dari Muammalat duniawiyah yang tidak boleh dicederai oleh akhlak tercela.

Sejak Pilpres lalu, isu tentang jangan pilih calon dari partai penista agama, sudah mulai menghilang. Ini patut kita syukuri.

Dalam Pilpres dan pilkada ini kali juga tidak ada seruan, “ayo kita pilih capres cawapres, cagub cawagub hasil ijtimak ulama”.

Tidak ada lagi istilah cebong, kampret dan kadrun. Cebong dan Kadrun sempat semakin panas ketika 2 kubu yang berseberangan saling menebar negative campaign.

Sebagaimana kita tahu, istilah cebong sering diidentikkan dengan pendukung Joko Widodo. Istilah ini pertama kali ditemukan pada Mei 2015 di Twitter.

Sebutan pihak yang kontra terhadap Jokowi bergeser setelah Pilpres 2019. Dari kampret menjadi kadrun alias kadal gurun.

Kini, pemilu terasa damai. Boleh jadi ini karena para cebong sudah menjelma menjadi kampret atau sebaliknya.

Sebagai pemilih cerdas, bangsa Indonesia dengan kekayaan alamnya, wajar jika ada rasa bangga. Bangga dengan beragam suku, ras, dan bahasa, serta bangga dengan berlimpahnya warisan budaya.

Bahkan sejak lahir semua manusia dan masyarakat Indonesia sudah beda, maka kenapa harus menyalahkan pilihan politik orang lain yang berbeda.

Apa semua orang harus sepakat dengan pilihan politik kita? Setiap warga negara Indonesia, itu memiliki hak untuk berpendapat, bersuara, mengkritisi kinerja pemerintah.

Abu Dzar Al-Ghifari: Pembela Kaum Tertindas yang Pilih Oposisi

JAKARTAMU.COM | Abu Dzar al-Ghifari adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia termasuk yang paling awal masuk Islam (Assabiqunal Awwalun)....

More Articles Like This