JAKARTAMU.COM | Wahab bin Munabih, salah seorang pemuka Tabi’in dan ahli dalam bidang sejarah, meriwayatkan bahwa Ibrahim al-Khalil as adalah anak dari Tarikh bin Nakhur.
Al-Hafizh as-Suhaili mengatakan bahwa Zar adalah paman Ibrahim, bukan ayahnya. Ibunya bernama Layutsa, seorang wanita yang beriman, tapi dia menyembunyikan keimanannya.
Ibrahim dilahirkan di negeri Hauran. Menurut pendapat lain, dia dilahirkan di sebuah kampung bernama Barzah yang terletak di daerah Damaskus, di sebuah gua yang cukup terkenal.
Konon, apabila seseorang berdoa di dalam gua itu, pasti doanya akan dikabulkan.
As-Sadi (1889–1956 M) mengatakan, para dukun (ahli nujum) memberitahukan kepada Namrudz bahwa pada tahun tersebut akan lahir seorang anak yang akan menyebabkan Namrudz binasa dalam tangannya.
Tatkala Namrudz mendengar kabar tersebut, dia memerintahkan agar setiap anak lelaki yang lahir pada tahun itu harus disembelih.
Dia memerintahkan semua lelaki menjauhi istrinya dan dia menugaskan seorang penjaga bagi setiap rumah. Seorang dukunnya berkata kepada Namrudz, “Sesungguhnya anak yang telah kami ceritakan kepada Paduka telah dikandung oleh ibunya pada malam ini.”
Pada saat itu, apabila ibu Ibrahim lewat ke hadapan orang-orang, ia menyembunyikan kehamilannya. Ketika masa melahirkan telah dekat, ibu Ibrahim pergi karena takut anak yang ada dalam kandungannya akan disembelih.
Ibrahim Lahir di Dalam Gua
Dia masuk ke dalam gua. Di sanalah dia melahirkan Ibrahim. Ibu itu melihat wajah sang anak keningnya memancarkan cahaya. Di malam kelahirannya, berhala-berhala berjatuhan, mahkota-mahkota terlepas dari kepala-kepalanya, dan balkon gedung Namrudz ambruk.
Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas (1448-1522) dalam buku yang diterjemahkan oleh Abdul Halim berjudul “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” mengutip As-Sadi menceritakan ibu Ibrahim menutup pintu gua.
Dia pulang ke rumahnya dan setelah seminggu mendatangi bayinya. Ibu itu menemukan anaknya, Ibrahim, sedang meminum susu dari ibu jarinya, madu dan dan keju dari jari-jarinya yang lain.
Selanjutnya, ibu itu meninggalkannya dan kembali lagi setelah genap satu tahun. Ibrahim tetap berada di gua. Setiap bulan dia tumbuh seperti tumbuhnya anak dalam satu tahun.
Ibrahim Mencari Tuhan
Ketika dia keluar dari gua ditaksir kira-kira umurnya sama dengan anak dua belas tahun. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang, (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.”
Akan tetapi, tatkala bintang itu tenggelam dia berkata, “Saya tidak suka kepada yang tenggelam” (QS 6: 76).
Dia menarik kembali keyakinannya. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, setelah bulan itu terbenam (QS 6: 77) dia yakin bulan juga makhluk.
Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar” (QS 6: 78). Maksudnya, lebih besar daripada bintang dan bulan. Ketika matahari condong ke arah barat, dia berkata, “Semua ini tidak pantas menjadi Tuhan.”
Maka pada saat itu dia berkata, “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat” (QS 6: 78).
Kemudian dia berteriak dan berkata, “Tidak ada tuhan kecuali Allah; tiada sekutu bagi-Nya. Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (QS 6: 78-79).”
Ibrahim Menjumpai Kedua Orang Tuanya
Semua makhluk mendengar suaranya dan karenanya Namrudz tercengang. Selanjutnya, Ibrahim pergi dari gua tersebut menuju bapak dan ibunya.
Jibril datang kepadanya dan menuntunnya mendatangi ibu dan bapaknya. Ketika melihatnya, bapaknya melompat dan seraya merangkulnya karena dia melihat cahaya, kebaikan, dan keelokannya.
Ketika melihatnya, Azar –sang ayah– melompat, seraya merangkulnya. Dia melihat cahaya, kebaikan, dan keelokannya pada diri Ibrahim.
Ibrahim bertanya kepada ibunya, “Siapa Tuhanmu” Ibunya menjawab, “Ayahmu.” Ibrahim bertanya, “Siapa Tuhan ayahku?” Ibunya menjawab, “Namrudz.” Ibrahim bertanya lagi, “Siapa Tuhannya Namrudz?”
Mereka melarang Ibrahim menanyakan hal itu, tetapi Ibrahim tetap melanjutkan ucapannya. Nabi Ibrahim berkata, “Tidak ada tuhan kecuali Allah. Dia adalah Tuhanku dan Tuhan bagi segala sesuatu.”
Pada saat itu, ibu dan bapaknya menangis karena mengkhawatirkannya dari kekejaman Namrudz. Akan tetapi, Nabi Ibrahim berkata kepada mereka berdua, “Jangan mengkhawatirkanku dari (kekejaman) Namrudz. Aku ada dalam penjagaan Zat yang telah menjagaku sewaktu aku kecil. Dia pasti menjagaku ketika aku sudah besar.”
Azar Ayah Ibrahim Melapor ke Namrudz
Sang Ayah takut terhadap Namrudz dan takut ada seseorang yang akan melaporkan kepadanya. Akhirnya dia sendiri memutuskan pergi menghadap Namrudz dan berkata:
“Paduka, anak yang engkau khawatirkan adalah anakku. Dia telah dilahirkan tidak di rumahku dan sampai saat ini aku tidak mengetahuinya, sampai pada suatu ketika dia datang kepadaku. Aku beritahukan kepadamu, silakan perlakukan dia sekehendakmu dan setelah itu janganlah Paduka mencelakaiku.”
Namrudz berkata kepadanya, “Bawa dia kemari!”
Kemudian bala tentara Namrudz mengambil Nabi Ibrahim dari ibunya. Mereka membawanya ke hadapan Namrudz.
Setelah Namrudz melihat dan mengamati Ibrahim, dia berkata, “Tahan dia hingga besok.”
Esok harinya, Namrudz menghias majelisnya dan menjejerkan bala tentaranya. Dia berkata, “Bawa Ibrahim ke hadapanku!”
Mereka membawa Ibrahim ke hadapannya. Setelah berada di tengah-tengah mereka, Ibrahim melirik ke kanan dan ke kiri; lalu dia berkata, “Apa yang kalian sembah?”
Itulah firman Allah: Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika dia berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Apakah yang kamu sembah?” (QS 26: 69-70).
Namrudz berkata kepada Ibrahim, “Hai Ibrahim, masuklah ke dalam agamaku dan kepercayaan yang aku pegang. Aku adalah yang menciptakanmu dan memberikan rezeki kepadamu.”
Ibrahim menjawab, “Engkau telah berbohong, wahai Namrudz! Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila kau sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada Hari Kiamat” (QS 26: 78-81)”.
Mendengar ucapan Ibrahim tersebut, Namrudz dan orang-orang tercengang. Di hati orang-orang tertanam rasa suka terhadapnya karena kebaikannya, ketampanannya, dan kelembutan bahasanya.
Pada saat itu, Namrudz melirik ayah Ibrahim dan dan berkata kepadanya, “Hai Azar, anakmu ini masih kecil. Dia tidak mengetahui apa yang dia ucapkan. Orang sepertiku, dengan kedudukanku dan kebesaran kerajaanku, tidak pantas untuk menghukumnya. Bawalah dia olehmu! Ajarilah dia dengan baik dan peringatkanlah akan kekuatanku agar dia menarik lagi kepercayaan yang telah dia pegang.”
Maka, Azar membawa Ibrahim kepada ibunya. Sesekali dia memperlakukannya dengan lembut dan lain waktu memperingatkannya.