Minggu, Mei 11, 2025
No menu items!

Strategi dan Kemenangan Pangeran Diponegoro: Dari Perampok ke Pejuang

Must Read

JAKARTAMU.COM | Konon pasukan Pangeran Diponegoro sangat mahir melakukan penghadangan dan penyergapan. Taktik yang sangat mereka gemari adalah bersembunyi di rerumputan tinggi di sisi jalan yang akan dilewati musuh. Ketika musuh lewat, mereka menembak dalam formasi setengah lingkaran. Prajurit yang bersembunyi dalam posisi tiarap menembakkan bedil mereka langsung ke arah musuh, yang disergap dari depan dan kedua sayap.

Menyusul keberhasilan aksi-aksi penghadangan itu, penduduk desa-desa yang berdekatan tertarik ikut bergabung dalam perang. Dengan menggunakan peralatan petani, mereka mengganggu gerakan mundur pasukan gerak cepat Belanda, yang sering kali sudah terkepung. Maka alasan pendirian benteng-benteng Belanda sebagian merupakan jawaban atas tantangan situasi ini.

Para bandit profesional, yang konon dahulu sebelum perang ditakuti oleh warga desa, juga turut dihadirkan untuk menambah kekuatan pasukan di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Para bandit ini ditugaskan mengamankan jalur-jalur komunikasi dan ikut ambil bagian dalam pasukan, sehingga hubungan Pangeran Diponegoro dengan elemen yang tidak bersih ini langsung menimbulkan kontroversi.

Tembok batu yang mengitari desa-desa, dulunya dibangun untuk mencegah gerombolan perampok yang berniat menjarah, sekarang dimanfaatkan dengan hasil sangat baik. Struktur pertahanan ini berfungsi seolah menjadi benteng perlindungan, seperti bekas Keraton Sunan Amangkurat I yang strategis dalam menghadapi pasukan Belanda.

Konon beberapa sumber dan catatan sejarah menyebutkan bahwa pasukan Pangeran Diponegoro dipersenjatai dengan senjata api, yang diperintahkan untuk dibeli. Beberapa persenjataan dari Belanda berhasil dirampas, termasuk meriam, yang kemudian dimanfaatkan oleh pasukan Diponegoro. Ini berarti teknik-teknik artileri Eropa dipelajari dengan saksama. Saat pengepungan Yogyakarta, seorang pangeran komandan tentara Diponegoro pernah mencatat bahwa meriam Belanda selalu ditembakkan terlalu tinggi karena pasukan artilerinya menggunakan terlalu banyak bubuk mesiu.

Perang Diponegoro bukan hanya perang senjata, tetapi juga perang taktik dan strategi. Dengan kombinasi taktik gerilya, pemanfaatan benteng desa, hingga penggunaan senjata hasil rampasan, Pangeran Diponegoro mampu memberikan perlawanan sengit terhadap Belanda. Dengan demikian, peristiwa ini menjadi bukti bahwa kekuatan rakyat yang bersatu dapat menjadi ancaman nyata bagi kolonialisme yang mencoba menguasai Nusantara.

Muhammadiyah Jatim Targetkan Punya Cabang-Ranting di Seluruh Kecamatan dan Desa

SURABAYA, JAKARTAMU.COM | Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur menargetkan punya cabang dan ranting di seluruh kecamatan maupun desa...
spot_img
spot_img

More Articles Like This