Minggu, Juli 13, 2025
No menu items!

cerbung

Dua Luka dalam Satu Atap (13): Saat Rumah Tak Lagi Pulang

ADA pagi yang tak menyambut dengan cahaya, hanya dingin yang menggulung dari sela-sela jendela. Seperti pagi itu. Matahari seolah enggan menampakkan dirinya, seperti aku yang tak lagi tahu ke mana harus menyandarkan pulang. Kupandangi kamar yang pintunya masih setengah terbuka....

Dua Luka dalam Satu Atap (12): Janji yang Akhirnya Kulepaskan

MALAM itu, aku terjaga lebih lama dari biasanya. Suara hujan sudah reda, tapi sepi yang tertinggal di rumah ini lebih nyaring dari gemuruh badai mana pun. Kau terlelap di kamar, anak kita tidur di kamarnya sendiri. Sementara aku duduk...

Dua Luka dalam Satu Atap (11): Satu-Satunya Alasan Aku Bertahan

MALAM merambat seperti hembusan dingin yang tak diundang. Kau sudah lama mematikan lampu kamar, tapi aku masih terjaga di ruang tamu. Lilin kecil berkedip di atas meja, seakan ikut menahan napas, takut padam sebelum waktunya. Aku memandangi pintu kamar yang...

Dua Luka dalam Satu Atap (10): Perpisahan yang Tak Pernah Diumumkan

ADA perpisahan yang disertai air mata, tangisan, dan pintu yang dibanting. Tapi ada juga perpisahan yang tak pernah diumumkan—yang datang diam-diam, bersembunyi di balik kebiasaan, menunggu saat yang tepat untuk menjelma jurang. Dan itulah perpisahan kita. Pagi itu, kau masih duduk...

Dua Luka dalam Satu Atap (9): Kenangan yang Kian Membeku

ADA pagi yang datang seperti tamu tak diundang: dingin, kikuk, dan membuatmu berharap waktu bisa berhenti. Pagi ini salah satunya. Rumah masih sunyi, hanya terdengar suara hujan yang tak henti dari semalam. Seakan langit pun bosan melihat kita terus...

Dua Luka dalam Satu Atap (8): Luka yang Tak Sempat Kuobat

MALAM merayap perlahan, menutupi rumah dengan sunyi yang lebih pekat dari kelam. Kau duduk di ujung ranjang, menunduk menatap jemarimu sendiri. Aku berdiri di ambang pintu kamar, memandangi punggungmu yang dulu membuatku merasa aman. Lucu. Dulu aku bisa menatap punggungmu...

Dua Luka dalam Satu Atap (7): Hujan yang Tak Pernah Reda

PAGI menyambutku dengan rintik yang sama seperti malam sebelumnya. Rasanya seperti dunia enggan memberi kesempatan bagi matahari untuk bersinar. Tapi barangkali, bukan langit yang enggan cerah melainkan hatiku yang tak kunjung menemukan cahaya. Di luar, daun-daun basah bergetar diterpa gerimis....

Dua Luka dalam Satu Atap (6): Hari Saat Aku Mulai Menyerah

ADA hari-hari yang datang tanpa aba-aba, membawa rasa pasrah yang tak lagi bisa kau sangkal. Hari ini, entah kenapa, aku merasa sudah terlalu letih menggenggam apa pun. Bahkan marah pun tak lagi menggelegak ia hanya menjadi gumaman yang tak...

Dua Luka dalam Satu Atap (5): Sepucuk Surat yang Tak Pernah Terkirim

TAK semua luka butuh darah untuk membuktikan keberadaannya. Ada luka yang begitu dalam, ia hanya tampak dari cara seseorang duduk terlalu lama dalam diam, atau dari mata yang tak lagi berbinar saat mendengar namamu. Dan itulah aku, pagi ini. Duduk...

Dua Luka dalam Satu Atap (4): Gerimis yang Mencuri Kebahagiaan

HARI itu, langit tak sekadar mendung. Ia seolah enggan mengangkat wajahnya dari bumi. Awan kelabu menggantung seperti bayangan luka yang menggumpal di dadaku. Aku memandangi jendela dengan tatapan kosong. Gerimis turun, pelan, seakan takut merusak kesepian. Tapi justru itulah yang...

Latest News

Dua Luka dalam Satu Atap (13): Saat Rumah Tak Lagi Pulang

ADA pagi yang tak menyambut dengan cahaya, hanya dingin yang menggulung dari sela-sela jendela. Seperti pagi itu. Matahari seolah...