Sabtu, Mei 10, 2025
No menu items!

Kemiskinan Tak Berdiri Sendiri

Must Read

Oleh Nurzengky Ibrahim

NASIB warga perdesaan, sering sekali menjadi topik utama pada berbagai perhelatan ilmiah. Bahkan sangat sering tercatat pada program pemerintah mengenai adanya upaya meningkatkan daya beli orang-orang desa; Karena telah disadari bahwa kemiskinan –terlebih di berbagai perdesaan–, angkanya perlu sekali ditekan; Sehingga kuantitas warga miskin di tanah air semakin hari kian berkurang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per Maret 2024 masih terdapati 25,87 juta warga Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Konsentrasi tertinggi pada catatan BPS ini berada di wilayah kaya sumber daya seperti Papua, Nusa Tenggara, dan sebagian Kalimantan.

Dalam hal ini, lemahnya regulasi re-distribusi manfaat seperti tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dituding oleh beberapa pihak, belum secara tegas mengatur keterlibatan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sebagai syarat utama operasi industri pertambangan.

Terlepas dari konsentrasi tertinggi kemiskinan dalam catatan BPS tersebut, penulis lebih fokus pada penuangan informasi di lingkungan kampung halaman sendiri; Nagari Gunung Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Nagari ini memiliki luas wilayah 37,10 kilometer per segi atau berkisar 49.670 hektare, dengan jumlah penduduk 5.779 jiwa, sangat diperlukan agar kemiskinan di wilayah ini dapat teratasi dengan baik.

Secara topografis, kondisi daerah Nagari Gunung Padang Alai didominasi topogafi datar dengan luas 1.567 hektare dan landai 31.711 hektare, agak curam 75 hektare, curam 120 hektare, serta topografi sangat curam mencapai 94 hektare.

Nagari Gunung Padang Alai, merupakan perdesaan yang terdampak cukup parah pada gempa bumi 30 september 2009 silam, setelah Nagari Tandikek, Kecamatan Patamuan. Longsor yang terjadi di beberapa kawasan ini memakan korban jiwa; Antaranya, di korong (wilayah adiministratif) Patamuan, Koto Tinggi, Gunung, Sialangan dan Pasar Padang Alai.

Pada lingkungan Pasar Padang Alai inilah tepatnya, kampung halaman penulis. Sekali pun warga di wilayah ini tidak termasuk dalam catatan kemiskinan ekstrem, akan tetapi juga turut dirasakan bahwa kemiskinan masih menghantui warga perdesaan, karena kemiskinan tidaklah berdiri sendiri.

Kemiskinan di suatu daerah, khususnya perdesaan, biasanya dipengaruhi oleh tersedianya fasilitas sekaligus berjalannya proses pendidikan formal, non-formal terlebih-lebih pendidikan in-formalnya.

Untuk pendidikan formal di Nagari Gunung Padang Alai, memiliki 10 SDN 1 SMPN dan 3 Madrasah (1 MIS, 1 MTsN dan 1 MAN). Hingga 2020, belum terdapati Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di nagari ini.

Sekali pun fasilitas pendidikan formal tergolong memadai di Nagari Gunung Padang Alai, namun pandidikan non-formal dan in-formal terasa masih sangat diperlukan. Apa lagi, jika hal ini didekati melalui budaya Minangkabau; Di mana aspek keadaban memiliki kecenderungan untuk menguatkan adat istiadat, sebagaimana termaktub pada petatah petitih urang awak: Adat bersendi syara’, syara’ bersendi Kitabullah.

Penulis berusaha memahami, bahwa Kitabullah (Alqur-an Kariim) dalam hal ini sebagai sumber utama dan kedudukannya berada di atas adab (syara’ atau syariat Islam) dan juga di atas adat-istiadat. Dengan alasan inilah, mulai lima tahun yang lalu dirintis Yayasan Buya Prof Sidi Haji Ibrahim Boechari untuk membuka pendidikan diawali dengan yang non-formal bidang pembelajaran membaca, memahami, menghayati hingga mempraktikan syariat Islam dengan sumber utamanya adalah Alqur-anul Kariim.

Kegiatan yang mengambil lokasi di Jalan Pasar Padang Alai, Nagari Gunung Padang Alai, merupakan pilihan dari Pengurus Yayasan Buya Prof Sidi; Dalam upaya meningkatkan pengetahuan generasi muda terhadap ajaran Islam serta praktik-praktik keibadahan yang sumberkan tuntunanNya adalah ayat-ayat Alqur-an yang praktiknya mengacu kepada Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Melalui pembelajaan Alqur-an, sangat diharapkan mampu melahirkan generasi muda Muslim perdesaan –bil husus Nagari Gunung Padang Alai– memiliki wawasan luas yang didasari dengan syariat Islam dalam kehidupannya sehari-hari.

Ada pun dalam kegiatan pratikum yang dikembangkan kepada santri Yayasan Buya Prof Sidi bukan hanya sisi ibadah mahdho saja, namun juga aspek mu’amalah atau ibadah ghairu mahdho, seperti aksi sosial, sunatan massal, pembinaan dagang, ketrampilan dan lain-lain.

Harapannya, melalui kegiatan pembelajaran bidang Alqur-an guna menjalankan syariat Islam sebagaimana dijelaskan di atas, sedikit banyak, akan membantu pemerintah dalam upaya menekan angka kemiskinan. Sehingga, warga yang terkatagori miskin di tanah air, semakin hari kian berkurang jumlahnya.(*)

Muhammadiyah Jatim Targetkan Punya Cabang-Ranting di Seluruh Kecamatan dan Desa

SURABAYA, JAKARTAMU.COM | Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur menargetkan punya cabang dan ranting di seluruh kecamatan maupun desa...
spot_img
spot_img

More Articles Like This