JAKARTAMU.COM | Kiamat adalah rahasia Allah Yang Mahakuasa. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Al-Qur’an dan sunah hanya memberikan informasi mengenai tanda-tandanya. Salah satunya adalah kemunculan Dajjal, yang mengaku sebagai nabi, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat. Dalam salah satu hadis disebutkan bahwa jumlah Dajjal sekitar 30 orang, namun Nabi tidak merincinya satu per satu.
Rasulullah SAW bersabda: “Hari Kiamat tidak akan datang sampai muncul banyak Dajjal, sang pendusta, jumlahnya sekitar 30 orang, dan semuanya mengaku sebagai utusan Allah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Kisah Safi bin Sayyad
Pada masa Nabi Muhammad SAW, ada seorang anak bernama Safi ibn Sayyad. Ia dikenal sangat membenci Rasulullah SAW. Banyak orang mengatakan bahwa anak laki-laki ini bisa mengetahui apa yang sedang dipikirkan seseorang. Ia memiliki kemampuan tertentu dan ciri-cirinya mirip dengan Dajjal: tubuhnya pendek, kakinya melengkung menyerupai huruf O, kulitnya agak gelap, rambutnya ikal seperti kribo, dahinya lebar, dan lehernya panjang. Salah satu matanya tertutup, sedangkan yang lain juling.
Rasulullah SAW pernah mendengar tentang Safi ibn Sayyad. Suatu hari, beliau bersama Umar bin Khattab RA pergi ke sebuah desa tempat Safi tinggal untuk mencari tahu apakah benar ia adalah Dajjal. Saat itu, Safi sedang duduk bermain. Ketika Rasulullah SAW mencoba mendekat, Umar bin Khattab bercerita bahwa beliau berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya, bersembunyi di balik pepohonan untuk mengamati dan mendengar apa yang dikatakan anak itu.
Saat Rasulullah SAW hampir mendekatinya, tiba-tiba ibu dari anak itu melihat beliau dan berkata, “Wahai Safi, di sana ada Muhammad.”
Safi menengadah dan langsung berhenti berbicara. Ia tampak marah, menunjukkan kebenciannya terhadap Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Andai saja ibunya tidak melihatku, aku bisa mendengar lebih banyak lagi dan mungkin akan tahu apakah dia Dajjal atau bukan.”
Orang-orang menyangka bahwa anak itu adalah Dajjal yang akan muncul di akhir zaman. Rasulullah SAW kemudian berkata kepadanya, “Aku menyembunyikan sesuatu dalam pikiranku. Cobalah tebak apa itu.”
Anak itu melihat ke arah beliau, mengernyitkan dahi, lalu berkata, “Ad-Dukh… Ad-Dukh. Aku hanya bisa menangkap Ad-Dukh…”
Rasulullah SAW menjawab, “Semoga kekuatanmu tidak lebih dari itu!”
Beliau bertanya lagi, “Apakah kamu percaya bahwa aku adalah utusan Allah?” Anak itu menjawab, “Hanya jika kau percaya bahwa akulah utusan Allah.” Ia berbicara dengan sombong, seolah mengklaim dirinya sebagai utusan Tuhan.
Rasulullah SAW pun pergi. Umar bin Khattab bertanya, “Apa arti ‘Ad-Dukh’? Kata apakah yang kau sembunyikan dalam dirimu?” Nabi SAW menjawab, “Aku menyembunyikan kata ‘Ad-Dukhān’.”
Ad-Dukhān berarti asap atau kabut, dan anak itu hanya mampu menebaknya sebagian. Dalam sebuah hadis lain, Rasulullah SAW bahkan menguji Safi ibn Sayyad untuk menebak wahyu yang beliau terima. Ibnu Sayyad berkata, “Huwa ad-Dukh… Qāla.” Nabi SAW pun menjawab, “Celaka kamu. Kamu tidak akan mampu menebaknya.”
Beliau melanjutkan pertanyaannya, “Apa yang kamu lihat?”
Safi menjawab, “Aku melihat singgasana di atas air.”
Rasulullah SAW bersabda, “Itu adalah singgasana iblis di atas laut.”
Beliau bertanya kembali, “Apa lagi yang kamu lihat?”
Safi menjawab, “Dua orang jujur dan seorang pendusta, atau dua pendusta dan seorang yang jujur.”
Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Dia telah dikaburkan pandangannya. Biarkan dia.”
Dalam hadis lain yang juga diriwayatkan Imam Muslim, Umar berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal lehernya.” Nabi SAW menjawab, “Jika dia benar (Dajjal), kamu tidak akan mampu mengalahkannya. Dan jika dia bukan, tidak ada gunanya membunuhnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)*
Masuk Islam
Safi ibn Sayyad akhirnya tumbuh dewasa dan tinggal di Madinah. Ia masuk Islam, menikah, dan memiliki sekitar 10 anak. Namun, para sahabat tetap menjauhinya karena merasa tidak nyaman berada di dekatnya.
Suatu hari, ketika para sahabat pulang dari menunaikan ibadah haji, Abu Sa’id al-Khudri RA berteduh di bawah pohon. Safi ibn Sayyad datang dan duduk di sampingnya sambil membawa barang-barangnya. Abu Sa’id merasa tidak nyaman dan berkata, “Masih banyak tempat berteduh di sini. Duduklah di tempat lain.”
Safi kemudian menangis. Ketika ditanya sebabnya, ia menjawab, “Karena orang-orang berkata bahwa aku adalah Dajjal dan sebagainya.”
Safi menatap Abu Sa’id dan berkata, “Kau tahu, aku seorang Muslim. Dajjal bukanlah Muslim. Aku menikah, dia tidak. Aku punya anak, dia tidak. Dan Dajjal tidak bisa memasuki Mekah atau Madinah, sementara aku di sini.”
Abu Sa’id berkata, “Demi Allah, kau benar. Argumenmu kuat.”
Namun kemudian Safi berkata, “Tapi kau tahu, nama itu cukup keren. Dajjal nama yang hebat karena ia memiliki kekuatan. Aku tidak keberatan jika ternyata aku memang Dajjal.”
Abu Sa’id langsung berdiri dan menjauh darinya. Di belakangnya, Safi ibn Sayyad tertawa-tawa. Ia memang dikenal sebagai sosok yang sangat aneh.
Hilangnya Safi ibn Sayyad
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, terjadi peperangan besar melawan Musailamah al-Kazzab, yang menyebabkan banyak penghafal Al-Qur’an gugur. Safi ibn Sayyad ikut serta dalam peperangan tersebut. Namun, setelah pertempuran usai, jasadnya tidak ditemukan—baik di antara yang hidup maupun yang gugur. Istri dan anak-anaknya juga meninggal. Ia pun menghilang tanpa jejak.
Wallāhu a‘lam, apakah ia benar-benar Dajjal atau bukan. Umar bin al-Khattab RA pernah berkata, “Aku sering mengatakan di hadapan Rasulullah SAW, ‘Demi Allah, dia adalah Dajjal.’” Namun, Rasulullah SAW tidak membenarkan maupun menyangkal pernyataan tersebut. Beliau hanya diam.