BEKERJA bukan semata rutinitas mencari nafkah. Ia adalah bagian dari ibadah. Maka lingkungan kerja bukan sekadar tempat menggantungkan penghasilan, tapi ladang menanam amal, ladang mempererat silaturahmi, ladang menumbuhkan akhlak dan kemuliaan hati. Ketika sebuah tempat kerja dipenuhi semangat saling mendukung, empati, dan komunikasi yang sehat, maka bukan hanya produktivitas yang tumbuh, tapi juga keberkahan yang bersemi.
Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan pentingnya kerja sama dan saling menguatkan dalam kebaikan:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma’idah: 2)
Ayat ini bukan hanya berlaku di masjid atau medan dakwah, tapi juga relevan di kantor, di ruang rapat, bahkan di antara meja-meja kerja. Ketika rekan kerja saling menutup aib, saling menguatkan di tengah tekanan, serta saling mengingatkan dengan cara yang lembut dan santun, maka Allah akan menurunkan rahmat-Nya. Namun ketika lingkungan kerja berubah menjadi ladang persaingan tidak sehat, mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan, atau bersikap seolah atasan padahal bukan, maka hati akan kering, energi habis dalam ketegangan, dan kerja kehilangan maknanya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ، كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak menzhaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada musuh). Siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Spirit ukhuwah dalam hadis ini harus hidup di setiap sudut kantor. Kita tidak sedang bersaing demi ego pribadi, tapi bekerja bersama untuk mencapai tujuan kolektif. Kita bukan lawan, melainkan teman seperjuangan. Maka, ketika ada rekan kerja melakukan kesalahan, jangan buru-buru menilainya. Tahan lidah dari komentar menyakitkan, tahan jari dari pesan-pesan sarkas. Gunakan empati sebagai pendekatan.
Dalam psikologi hubungan kerja yang sehat, ada prinsip constructive feedback—umpan balik yang disampaikan dengan niat membangun, bukan menjatuhkan. Kritik yang baik tidak menyasar pribadi, melainkan fokus pada perbaikan tindakan. Gaya bicara yang sopan dan niat yang tulus akan membuat kritik menjadi pelita, bukan api yang membakar semangat.
Allah berfirman:
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik.” (QS. Al-Mu’minun: 96)
Dalam konteks kerja, ini berarti jangan balas sindiran dengan sindiran, atau kesalahan dengan pembalasan. Tapi hadapi dengan sikap terbaik, dengan akhlak yang lembut. Karena tidak semua yang kita lihat salah itu benar-benar salah. Bisa jadi kita yang belum tahu keseluruhan ceritanya.
Begitu pula, hindarilah sikap sok mengatur, merasa lebih tahu, atau membangun citra di atas keruntuhan orang lain. Karena Nabi bersabda:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang menipu kami, maka ia bukan golongan kami.” (HR. Muslim)
Menipu bisa dalam bentuk yang halus—menebar persepsi negatif tentang rekan kerja, memanipulasi informasi agar terlihat paling berjasa, atau sengaja diam saat melihat kebaikan orang lain tak diakui. Ini semua bentuk pengkhianatan terhadap amanah kolektif.
Lingkungan kerja yang sehat bukan berarti tanpa kritik, tapi penuh dengan komunikasi jujur yang berbalut adab. Bukan berarti semua orang harus setuju, tapi setiap perbedaan harus dibingkai dengan niat saling belajar. Sebagaimana Rasulullah pernah bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ
“Agama adalah nasihat.” (HR. Muslim)
Maka nasihatlah rekanmu, bukan di depan umum untuk mempermalukan, tapi empat mata untuk membangkitkan. Bicaralah dengan empati, bukan emosi. Berikan waktu untuk mendengar, bukan sekadar berbicara. Karena sebagaimana psikologi modern mengajarkan, kunci relasi sehat di tempat kerja adalah komunikasi yang saling menghargai, bukan mendominasi.
Mari kita ciptakan ruang kerja yang menghadirkan ketenangan, bukan ketegangan. Yang menumbuhkan semangat, bukan menciptakan tekanan. Lingkungan kerja yang damai adalah cerminan jiwa yang bersih. Dan tempat kerja yang penuh kasih akan mengantar kita bukan hanya pada kesuksesan profesional, tapi juga pada keberhasilan spiritual.
Semoga setiap langkah kita dalam bekerja bernilai ibadah, dan setiap interaksi bernilai silaturahmi yang diridai Allah.