Rabu, Agustus 13, 2025
No menu items!

Stunting Menghambat Visi Indonesia Emas 2045

Must Read

JAKARTAMU.COM | Sejarah, menurut Ibn Khaldun, bukan sekadar mencatat apa, siapa, kapan, dan di mana suatu peristiwa terjadi. Sejarah juga perlu menjawab pertanyaan mengapa dan bagaimana, melalui metode kritis yang mengandalkan kesaksian langsung dan dilengkapi interpretasi. Ia memandang bahwa ilm al-‘umran—ilmu sosial dan kebudayaan—dapat menjadi alat untuk memahami dimensi sosial dari sejarah.

Bagi Ibn Khaldun, sejarah memiliki pola yang berulang. Pandangan inilah yang diangkat Wakil Ketua MPR Dr. Hidayat Nur Wahid (HNW) saat sosialisasi 4 Pilar MPR di SMK Al Kautsar Muhammadiyah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025). Ia mengaitkannya dengan periode perjuangan kemerdekaan pada awal 1900-an hingga 1945, yang melahirkan banyak tokoh pendiri bangsa. Salah satunya adalah Agus Salim, sosok intelektual yang menempuh jalan belajar secara otodidak.

Agus Salim dikenal sebagai pribadi yang haus pengetahuan. Kegemarannya membaca dan mempelajari hal baru membuatnya menguasai sembilan bahasa asing, antara lain Belanda, Inggris, Prancis, Jerman, Latin, Arab, Mandarin, Jepang, dan Turki.

Kemampuan tersebut membuka jalan baginya untuk berkarier sebagai diplomat, konsulat, dan penerjemah di Konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Ia juga pernah menerjemahkan sejumlah buku dan memimpin beberapa surat kabar. Bagi HNW, keteladanan Agus Salim menunjukkan bahwa pembelajaran yang tekun dapat memberi kontribusi besar bagi negara.

HNW kemudian menghubungkan semangat itu dengan visi Indonesia Emas 2045, yakni cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara maju, berdaulat, dan berkelanjutan pada usia 100 tahun kemerdekaan. Menurutnya, sejarah bisa berulang jika generasi muda masa kini memiliki kualitas dan daya juang seperti para pendiri bangsa. Namun, ia mengingatkan, visi besar itu bisa terganggu oleh masalah yang tampak sederhana tetapi berdampak besar, seperti stunting yang hingga kini belum tuntas.

“Generasi emas tidak mungkin terbentuk tanpa anak-anak yang sehat dan ibu yang selamat saat melahirkan,” ujar HNW. Ia menilai, untuk mencapai target 2045, pemerintah perlu langkah nyata dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

HNW menjelaskan bahwa stunting disebabkan oleh beberapa faktor. Kekurangan asupan gizi menjadi penyebab utama, terutama rendahnya konsumsi makanan kaya protein, zat besi, zinc, dan vitamin. Kondisi ini diperparah oleh sanitasi yang buruk, keterbatasan akses air bersih, dan infeksi berulang akibat lingkungan yang tidak higienis, yang menghambat penyerapan nutrisi.

Kurangnya pengetahuan orang tua tentang pola asuh, termasuk pemberian makanan pendamping ASI yang tepat, juga turut berkontribusi. Semua faktor ini, kata HNW, akan memengaruhi kualitas generasi mendatang dan pada akhirnya menentukan masa depan bangsa. (*)

Babad Sepehi (19): Titik Balik Perjuangan

TITIK balik perjuangan mulai muncul dari gerakan-gerakan kecil yang tersebar di seluruh Jogja. Semangat yang pernah redup kini...

More Articles Like This