Rabu, Juli 30, 2025
No menu items!

cerbung

Dua Luka dalam Satu Atap (8): Luka yang Tak Sempat Kuobat

MALAM merayap perlahan, menutupi rumah dengan sunyi yang lebih pekat dari kelam. Kau duduk di ujung ranjang, menunduk menatap jemarimu sendiri. Aku berdiri di ambang pintu kamar, memandangi punggungmu yang dulu membuatku merasa aman. Lucu. Dulu aku bisa menatap punggungmu...

Dua Luka dalam Satu Atap (7): Hujan yang Tak Pernah Reda

PAGI menyambutku dengan rintik yang sama seperti malam sebelumnya. Rasanya seperti dunia enggan memberi kesempatan bagi matahari untuk bersinar. Tapi barangkali, bukan langit yang enggan cerah melainkan hatiku yang tak kunjung menemukan cahaya. Di luar, daun-daun basah bergetar diterpa gerimis....

Dua Luka dalam Satu Atap (6): Hari Saat Aku Mulai Menyerah

ADA hari-hari yang datang tanpa aba-aba, membawa rasa pasrah yang tak lagi bisa kau sangkal. Hari ini, entah kenapa, aku merasa sudah terlalu letih menggenggam apa pun. Bahkan marah pun tak lagi menggelegak ia hanya menjadi gumaman yang tak...

Dua Luka dalam Satu Atap (5): Sepucuk Surat yang Tak Pernah Terkirim

TAK semua luka butuh darah untuk membuktikan keberadaannya. Ada luka yang begitu dalam, ia hanya tampak dari cara seseorang duduk terlalu lama dalam diam, atau dari mata yang tak lagi berbinar saat mendengar namamu. Dan itulah aku, pagi ini. Duduk...

Dua Luka dalam Satu Atap (4): Gerimis yang Mencuri Kebahagiaan

HARI itu, langit tak sekadar mendung. Ia seolah enggan mengangkat wajahnya dari bumi. Awan kelabu menggantung seperti bayangan luka yang menggumpal di dadaku. Aku memandangi jendela dengan tatapan kosong. Gerimis turun, pelan, seakan takut merusak kesepian. Tapi justru itulah yang...

Dua Luka dalam Satu Atap (3): Kisah yang Tak Pernah Kau Ceritakan

LANGKAHMU berat saat kau menuju kamar. Mungkin kau merasa bayangan yang menunggu di ruang tamu akan segera menagih jawaban. Tapi aku diam, mematung, hanya menatap punggungmu yang tak pernah selebar dulu. Dulu, punggung itu adalah tempat aku menyandarkan kepenatan,...

Dua Luka dalam Satu Atap (2): Jejak Wangi yang Tak Pernah Kukenal

PAGI merekah dengan matahari pucat yang enggan bersinar. Aku terbangun lebih cepat dari biasanya. Mungkin karena semalaman aku tak benar-benar tidur. Hanya berguling, memejamkan mata, mencoba pura-pura tak mendengar detak jam dinding yang terdengar semakin keras. Detak itu seolah...

Dua Luka dalam Satu Atap (1): Retakan yang Tak Terlihat

AKU selalu percaya rumah tangga kami berdiri di atas fondasi yang kokoh. Ada tawa, ada doa, ada mimpi yang kami anyam bersama. Namun, tak pernah kusadari, retakan itu muncul bukan dengan dentum keras, melainkan getar-getar halus yang tak terdengar. Pagi...

Pagar Laut yang Terlupakan (20-Tamat): Pertempuran Terakhir

FAJAR menyingsing di langit timur, mewarnai cakrawala dengan semburat jingga yang berpendar di atas lautan. Di kejauhan, Pulau Kecil tampak sunyi, seolah tak terjadi apa-apa semalam. Tapi Rifki, Tegar, dan Hasan tahu bahwa gelombang perlawanan baru saja dimulai. Di dalam...

Pagar Laut yang Terlupakan (19): Serangan Balik di Malam Gelap

MALAM menelan Pulau Kecil dalam kegelapan pekat. Angin laut bertiup dingin, membuat daun-daun bakau bergemerisik seperti bisikan samar. Di dalam pondok reyot, Rifki, Tegar, dan Hasan duduk mengelilingi sebuah lentera kecil, merencanakan langkah mereka selanjutnya. “Kita harus bergerak sebelum mereka...

Latest News

Meriahnya Agustusan Jangan Sampai Meracuni Anak

TAK terasa bulan Agustus tiba. Seperti biasanya, masyarakat akan merayakan Hari Kemerdekaan dengan berbagai lomba, termasuk perlombaan menyanyi atau...